16 Desember 2010

Drug program ‘opens hearts’

By Konradus Epa, Jakarta

Sacred Heart Father Lambertus Somar, who founded a foundation to treat drug users, has helped more than 1,000 addicts.

Since its establishment in October 1998, the Kasih Mulia Foundation (YKM) has developed eight drug treatment centers in Jakarta and Bogor, West Java.

“YKM wants to be the witness of God, especially to those who are weak and helpless,” said the 79-year-old priest.

In this interview with ucanews.com, Father Somar describes the work.

ucanews.com: How do you deal with the addicts?

Sacred Heart Father Lambertus Somar: We use the method of “Man helping man to help himself.” We listen first to understand how a client becomes an addict. We also use the model of Therapeutic Community.

YKM wants to be the witness of God and reach out to humankind, especially those who are weak and helpless, regardless of their backgrounds.

How effective is the model of Therapeutic Community?

We befriend the addicts to create trust. We can see a spiritual power that helps them to realize that ‘we are not alone but with those helping us.’

With a community, we can learn from one another. In this way, people can make a commitment to be better.

We do not give a recipe to the addicts but open their hearts. It is the power that helps us to arise and recover.

How long do addicts take to recover?

It varies but generally a person needs about six months to open up.

He also needs six months to get along well with society. Another six months is needed to communicate intensively.

How many addicts have recovered?

Eighty percent recover, not because of me but themselves. I only help them.

Those who do not are older and suffer from mental illness.

Numbers are not important but I have helped more than 1,000 drug users.

Currently, we have 70 patients.

How many of the patients suffer from HIV/AIDS?

The figure is confidential. However, 50-70 percent of drug users commonly use needles. That is why they are infected with HIV/AIDS. Free sex also contributes to infection.

What programs do you offer?

We have personality development, teamwork, talent and development, communication and socialization, leadership, and spirituality.

Going back to basics is important. The patients must heal themselves.

Are there obstacles in the recovery process?

Sometimes families reject patients. Some recovering patients are successful and even help others.

So the family’s role is important?

Yes. Sometimes family members blame each other. They must reconcile too.

Any support from the Catholic Church?

The foundation is run by the Church, particularly by the Missionaries of the Sacred Heart. It is recognized by Jakarta and Bogor dioceses where we have treatment centers.

We also work with the Jakarta Archdiocese’s AIDS Service Bureau in organizing parish programs for young people.

How do you campaign against drugs?

Every year our centers joins 15 others in a sports competition to introduce people to a healthy life.

By helping one person, we can save ten others. It is difficult but we can do it. We must decrease the number of drug users.

22 November 2010

Surat Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kepada Umat Katolik

Surat Para Uskup Indonesia Untuk Umat Katolik Indonesia




MARILAH TERLIBAT DALAM MENATA HIDUP BANGSA



Kepada Saudara-saudari umat Katolik di seluruh wilayah tanah air yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus,

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 1-5 November 2010 di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor baru saja berakhir. Kami para Uskup juga baru saja mengakhiri sidang tahunan yang berlangsung 8-12 November 2010.

Dengan para peserta SAGKI yang merupakan wakil-wakil umat dari keuskupan-keuskupan, kami sudah mengalami kebersamaan dan persekutuan dalam iman pada SAGKI yang lalu. Kini kami ingin menyapa saudara-saudari umat Katolik di Indonesia dan membagi sukacita serta berkat Tuhan secara lebih melimpah kepada Anda yang tidak ikut SAGKI.

SAGKI dan sidang tahunan KWI terlaksana di tengah keprihatinan seluruh anak bangsa karena berbagai bencana yang melanda beberapa wilayah negeri ini, seperti banjir bandang di Wasior (Papua Barat), gempa bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), serta meletusnya Gunung Merapi (di perbatasan Jateng-DIY) yang menelan banyak korban jiwa, harta, dan hancurnya sebagian sarana-prasarana serta menyuramkan hari depan mereka.

Situasi itu semakin mendorong kami untuk menyapa dan meneguhkan Anda semua yang telah bersama dengan warga masyarakat lainnya mewujudkan kepeduliaan untuk membantu saudara-saudari yang sedang terkena musibah.

Kami sungguh bergembira dan bersyukur atas berbagai inisiatif dan karya nyata yang telah Anda lakukan di tengah dan bersama masyarakat sebagai usaha untuk menemukan dan menampilkan wajah Yesus dalam hidup sehari-hari.

Kenyataan keterlibatan Anda dalam masyarakat dapat kami dengar melalui penuturan para utusan keuskupan yang ambil bagian dalam SAGKI yang lalu. Karya nyata itu kami dengar dalam SAGKI melalui kisah sejumlah saudara seiman bagaimana mereka menghayati imannya dalam perjumpaan dengan berbagai kebudayaan dan gaya hidup, keragaman agama, dan kemiskinan. Juga kisah beberapa orang yang berbeda agama mengenai pengalaman mereka dalam perjumpaan dengan orang-orang Katolik.

Saudara-saudari yang terkasih,

Guna semakin nyata menghadirkan wajah Yesus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kami ingin berbicara dengan Anda dari hati-ke-hati mengenai beberapa hal yang kami anggap penting bagi kita sebagai umat Katolik warga negara Indonesia.

Hal-hal yang kami maksud adalah pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, upaya mengembangkan toleransi yang didasari kasih dan penegakan hukum yang berkeadilan.

Kegembiraan, peneguhan, dan pencerahan yang ditimba dalam SAGKI memberi inspirasi untuk menjalankan panggilan untuk lebih terlibat dalam menata kehidupan bangsa terlebih menjawab empat persoalan mendesak di atas.

Pemberantasan korupsi: Godaan untuk melakukan korupsi hadir sebagai sebuah hal yang nampaknya baik. Dalam membujuk untuk berkorupsi, roh jahat menunjukkan diri sebagai malaikat. Maka untuk mencermati masalah korupsi, kita pertama-tama harus mengamati bagaimana kita bersama-sama melatih diri untuk mampu membedakan gerak-gerik roh dalam diri maupun dalam masyarakat.

Pembujuk jahat yang menggoda untuk melakukan korupsi, dengan wajahnya yang manis membujuk kita untuk melakukan hal-hal yang nampaknya baik dan besar, penting dan berguna bagi kemanusiaan.

Dari buahnya kita kenali pohonnya. Dan buah itu ternyata buah busuk dan membuat koruptor itu menjadi berbau. Buah itu ternyata merusak nama baiknya, keluarganya dan pada gilirannya merusak masyarakat.

Korupsi kini telah meresap ke seluruh sendi kehidupan bangsa. Praktek hidup yang koruptif amat luas dan dalam, sehingga dirasakan seakan-akan hal itu normal dan baik. Kita melihat, pihak-pihak yang semestinya mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, semakin cerdik mencari jalan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri, keluarga, kelompok atau golongannya sendiri dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya.

Sebagai orang beriman dan warga negara kita harus mencari upaya untuk menghapus dan menghentikannya. Sebagai orang beriman kita harus bersikap jujur, bertindak benar, serta bertanggungjawab atas kepercayaan orang lain.

Pengentasan kemiskinan: Kemiskinan tidak berdiri sendiri. Kemiskinan adalah sebuah wajah yang menunjukkan tiadanya cintakasih dan struktur sosial yang adil. Di dalam masyarakat kita ada segolongan orang yang menguras kekayaan negeri ini secara berkelebihan sehingga tidak ingat lagi pada saudara-saudarinya yang juga memerlukan rejekinya dari tanah air yang sama.

Kenyataannya sekitar 40 persen bangsa kita belum hidup sejahtera. Setelah 65 tahun merdeka kenyataan ini mesti menggugah kita. Rakyat mengharapkan kebijakan politik dan ekonomis yang secara kasatmata berpihak pada orang kecil. Rakyat terpaksa menjadi penonton proyek-proyek besar atau bahkan mengalami penggusuran karena adanya proyek-proyek tersebut.

Orang kecil tidak mengharapkan peminggiran atau penggusuran, melainkan pemberdayaan agar semakin berdaya. Pengembangan toleransi yang didasari kasih: Jarak antara mereka yang kaya dan miskin semakin lebar. Akibatnya, mereka yang miskin menjadi putus asa. Mungkin mereka sudah mengusahakan agar dapat hidup secara pantas sebagai manusia, tetapi usaha itu tidak membawa hasil. Ketika hal semacam itu menjadi pengalaman semakin banyak orang, maka agama menjadi satu-satunya kekuatan yang ada di dalam diri mereka.

Agama: di satu pihak bisa dipergunakan sebagai pendorong untuk menghancurkan struktur yang tidak adil, tetapi di lain pihak bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan struktur yang tidak adil itu guna mencari keuntungan diri. Akhir-akhir ini kekerasan dan tindakan-tindakan anarkhis dengan mengatasnamakan agama kembali menguat. Sikap dan tindakan seperti itu memunculkan intoleransi yang semakin meningkat, yang merusak hak asasi warga negara untuk bebas menjalankan agama dan kepercayaannya yang telah dijamin oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

Penegakan hukum yang berkeadilan: hingga kini kita sering mendengar ungkapan yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan sama dan setara di hadapan hukum.

Hukum perlu ditegakkan agar kebenaran dan keadilan menjadi nyata, hukum harus dijadikan panglima sesuai amanat UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Namun kita kerap menyaksikan bahwa penegakan hukum yang berkeadilan baru sampai pada ungkapan niat baik tetapi belum sampai kepada pelaksanaan yang konsisten.

Proses penegakan hukum masih memberi kesan kuat tebang pilih dan membeda-bedakan. Penerapan hukum sepertinya ”tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Maksudnya, terhadap rakyat kecil atau warga biasa hukum bisa diterapkan secara efektif, tetapi hukum menjadi tumpul dan tidak berdaya terhadap yang besar, berkedudukan dan memiliki kekuasaan, serta punya banyak uang.

Empat hal tersebut kami anggap penting dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka melalui surat ini, kami ingin menegaskan sikap dan menyampaikan ajakan kepada Anda semua untuk cermat melihat akar-akarnya, cara berkembangnya, tipu dayanya, dan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya. Sungguh merupakan celaka bagi bangsa ini kalau hal-hal itu tidak segera diatasi, sebab dengan itu kita bisa menyebabkan negara ini terus mengalami pembusukan dari dalam dan menyebabkan rapuhnya bangunan kesatuan dan persatuan kita serta sulitnya mewujudkan hidup yang adil dan makmur.

Saudara-saudari yang terkasih,

Marilah kita cermati diri kita masing-masing, keluarga, komunitas, dan Gereja kita agar tidak terbujuk oleh godaan untuk berkorupsi. Jangan sampai perilaku kita melukai rasa religius umat beriman, menyakiti hati kaum marjinal dan terabaikan.

Kita tingkatkan bersama kualitas dialog dan karya-karya nyata bersama umat yang berbeda agama. Kita usahakan pengentasan kemiskinan melalui perbaikan struktur sosial yang tidak adil dan dengan mengembangkan semangat saling membantu.

Marilah kita mengawal proses penegakan hukum yang berkeadilan dengan menjadi warga yang hormat dan taat pada aturan serta hukum yang berlaku. Secara langsung, mungkin tak akan lekas nampak hasilnya. Tetapi bila kita mampu membedakan gerak-gerak roh dalam diri kita, kami percaya bahwa usaha ini akan membawa perubahan.

Perubahan yang berasal dari batin dan yang berakar pada iman yang teguh akan memiliki dampak yang dahsyat. Semoga secara batin kita diperkaya oleh Kristus sehingga kita menjadi mampu untuk menolak godaan roh jahat.

Semoga iman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita, menjadi daya kekuatan bagi kita agar kita semakin mampu mendengarkan suara Roh, hidup arif dan berani mengambil keputusan-keputusan yang berdasarkan iman dan moral Katolik demi keselamatan bangsa dan kemuliaan Allah.

Pengalaman kebersamaan sebagai umat Katolik Indonesia selama SAGKI 2010 meneguhkan kita bahwa keberagaman budaya, perbedaan agama merupakan modal sosial yang sangat baik untuk mewujudkan persatuan sebagai bangsa Indonesia.

Modal sosial itu akan semakin kuat apabila ada kesediaan berdialog dan bekerjasama, saling melengkapi dan saling memperkaya. Marilah kita membangun masa depan Indonesia yang lebih baik, berawal dari diri kita sendiri, keluarga, komunitas, dan paguyuban-paguyuban yang bertumbuh subur di tengah-tengah umat.


Tuhan memberkati kita semua.

Jakarta, 12 November 2010

18 November 2010

Surat Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kepada Umat Katolik di Indonesia

MARILAH TERLIBAT DALAM MENATA HIDUP BANGSA


Surat Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kepada Umat Katolik di Indonesia

12 November 2010

Kepada Saudara-saudari umat Katolik di seluruh wilayah tanah air yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus,

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 1-5 November 2010 di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor baru saja berakhir. Kami para Uskup juga baru saja mengakhiri sidang tahunan yang berlangsung 8-12 November 2010.

Dengan para peserta SAGKI yang merupakan wakil-wakil umat dari keuskupan-keuskupan, kami sudah mengalami kebersamaan dan persekutuan dalam iman pada SAGKI yang lalu. Kini kami ingin menyapa saudara-saudari umat Katolik di Indonesia dan membagi sukacita serta berkat Tuhan secara lebih melimpah kepada Anda yang tidak ikut SAGKI.

SAGKI dan sidang tahunan KWI terlaksana di tengah keprihatinan seluruh anak bangsa karena berbagai bencana yang melanda beberapa wilayah negeri ini, seperti banjir bandang di Wasior (Papua Barat), gempa bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), serta meletusnya Gunung Merapi (di perbatasan Jateng-DIY) yang menelan banyak korban jiwa, harta, dan hancurnya sebagian sarana-prasarana serta menyuramkan hari depan mereka.

Situasi itu semakin mendorong kami untuk menyapa dan meneguhkan Anda semua yang telah bersama dengan warga masyarakat lainnya mewujudkan kepeduliaan untuk membantu saudara-saudari yang sedang terkena musibah.

Kami sungguh bergembira dan bersyukur atas berbagai inisiatif dan karya nyata yang telah Anda lakukan di tengah dan bersama masyarakat sebagai usaha untuk menemukan dan menampilkan wajah Yesus dalam hidup sehari-hari.

Kenyataan keterlibatan Anda dalam masyarakat dapat kami dengar melalui penuturan para utusan keuskupan yang ambil bagian dalam SAGKI yang lalu. Karya nyata itu kami dengar dalam SAGKI melalui kisah sejumlah saudara seiman bagaimana mereka menghayati imannya dalam perjumpaan dengan berbagai kebudayaan dan gaya hidup, keragaman agama, dan kemiskinan. Juga kisah beberapa orang yang berbeda agama mengenai pengalaman mereka dalam perjumpaan dengan orang-orang Katolik.

Saudara-saudari yang terkasih, Guna semakin nyata menghadirkan wajah Yesus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kami ingin berbicara dengan Anda dari hati-ke-hati mengenai beberapa hal yang kami anggap penting bagi kita sebagai umat Katolik warga negara Indonesia.

Hal-hal yang kami maksud adalah pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, upaya mengembangkan toleransi yang didasari kasih dan penegakan hukum yang berkeadilan.

Kegembiraan, peneguhan, dan pencerahan yang ditimba dalam SAGKI memberi inspirasi untuk menjalankan panggilan untuk lebih terlibat dalam menata kehidupan bangsa terlebih menjawab empat persoalan mendesak di atas.

Pemberantasan korupsi: Godaan untuk melakukan korupsi hadir sebagai sebuah hal yang nampaknya baik. Dalam membujuk untuk berkorupsi, roh jahat menunjukkan diri sebagai malaikat. Maka untuk mencermati masalah korupsi, kita pertama-tama harus mengamati bagaimana kita bersama-sama melatih diri untuk mampu membedakan gerak-gerik roh dalam diri maupun dalam masyarakat.

Pembujuk jahat yang menggoda untuk melakukan korupsi, dengan wajahnya yang manis membujuk kita untuk melakukan hal-hal yang nampaknya baik dan besar, penting dan berguna bagi kemanusiaan.

Dari buahnya kita kenali pohonnya. Dan buah itu ternyata buah busuk dan membuat koruptor itu menjadi berbau. Buah itu ternyata merusak nama baiknya, keluarganya dan pada gilirannya merusak masyarakat.

Korupsi kini telah meresap ke seluruh sendi kehidupan bangsa. Praktek hidup yang koruptif amat luas dan dalam, sehingga dirasakan seakan-akan hal itu normal dan baik. Kita melihat, pihak-pihak yang semestinya mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, semakin cerdik mencari jalan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri, keluarga, kelompok atau golongannya sendiri dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya.

Sebagai orang beriman dan warga negara kita harus mencari upaya untuk menghapus dan menghentikannya. Sebagai orang beriman kita harus bersikap jujur, bertindak benar, serta bertanggungjawab atas kepercayaan orang lain.

Pengentasan kemiskinan: Kemiskinan tidak berdiri sendiri. Kemiskinan adalah sebuah wajah yang menunjukkan tiadanya cintakasih dan struktur sosial yang adil. Di dalam masyarakat kita ada segolongan orang yang menguras kekayaan negeri ini secara berkelebihan sehingga tidak ingat lagi pada saudara-saudarinya yang juga memerlukan rejekinya dari tanah air yang sama.

Kenyataannya sekitar 40 persen bangsa kita belum hidup sejahtera. Setelah 65 tahun merdeka kenyataan ini mesti menggugah kita. Rakyat mengharapkan kebijakan politik dan ekonomis yang secara kasatmata berpihak pada orang kecil. Rakyat terpaksa menjadi penonton proyek-proyek besar atau bahkan mengalami penggusuran karena adanya proyek-proyek tersebut.

Orang kecil tidak mengharapkan peminggiran atau penggusuran, melainkan pemberdayaan agar semakin berdaya. Pengembangan toleransi yang didasari kasih: Jarak antara mereka yang kaya dan miskin semakin lebar. Akibatnya, mereka yang miskin menjadi putus asa. Mungkin mereka sudah mengusahakan agar dapat hidup secara pantas sebagai manusia, tetapi usaha itu tidak membawa hasil. Ketika hal semacam itu menjadi pengalaman semakin banyak orang, maka agama menjadi satu-satunya kekuatan yang ada di dalam diri mereka.

Agama, di satu pihak bisa dipergunakan sebagai pendorong untuk menghancurkan struktur yang tidak adil, tetapi di lain pihak bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan struktur yang tidak adil itu guna mencari keuntungan diri. Akhir-akhir ini kekerasan dan tindakan-tindakan anarkhis dengan mengatasnamakan agama kembali menguat.

Sikap dan tindakan seperti itu memunculkan intoleransi yang semakin meningkat, yang merusak hak asasi warga negara untuk bebas menjalankan agama dan kepercayaannya yang telah dijamin oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Penegakan hukum yang berkeadilan: hingga kini kita sering mendengar ungkapan yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan sama dan setara di hadapan hukum.

Hukum perlu ditegakkan agar kebenaran dan keadilan menjadi nyata, hukum harus dijadikan panglima sesuai amanat UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Namun kita kerap menyaksikan bahwa penegakan hukum yang berkeadilan baru sampai pada ungkapan niat baik tetapi belum sampai kepada pelaksanaan yang konsisten.

Proses penegakan hukum masih memberi kesan kuat tebang pilih dan membeda-bedakan. Penerapan hukum sepertinya ”tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Maksudnya, terhadap rakyat kecil atau warga biasa hukum bisa diterapkan secara efektif, tetapi hukum menjadi tumpul dan tidak berdaya terhadap yang besar, berkedudukan dan memiliki kekuasaan, serta punya banyak uang.

Empat hal tersebut kami anggap penting dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka melalui surat ini, kami ingin menegaskan sikap dan menyampaikan ajakan kepada Anda semua untuk cermat melihat akar-akarnya, cara berkembangnya, tipu dayanya, dan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya. Sungguh merupakan celaka bagi bangsa ini kalau hal-hal itu tidak segera diatasi, sebab dengan itu kita bisa menyebabkan negara ini terus mengalami pembusukan dari dalam dan menyebabkan rapuhnya bangunan kesatuan dan persatuan kita serta sulitnya mewujudkan hidup yang adil dan makmur.

Saudara-saudari yang terkasih, Marilah kita cermati diri kita masing-masing, keluarga, komunitas, dan Gereja kita agar tidak terbujuk oleh godaan untuk berkorupsi. Jangan sampai perilaku kita melukai rasa religius umat beriman, menyakiti hati kaum marjinal dan terabaikan.

Kita tingkatkan bersama kualitas dialog dan karya-karya nyata bersama umat yang berbeda agama. Kita usahakan pengentasan kemiskinan melalui perbaikan struktur sosial yang tidak adil dan dengan mengembangkan semangat saling membantu.

Marilah kita mengawal proses penegakan hukum yang berkeadilan dengan menjadi warga yang hormat dan taat pada aturan serta hukum yang berlaku. Secara langsung, mungkin tak akan lekas nampak hasilnya. Tetapi bila kita mampu membedakan gerak-gerak roh dalam diri kita, kami percaya bahwa usaha ini akan membawa perubahan.

Perubahan yang berasal dari batin dan yang berakar pada iman yang teguh akan memiliki dampak yang dahsyat. Semoga secara batin kita diperkaya oleh Kristus sehingga kita menjadi mampu untuk menolak godaan roh jahat.

Semoga iman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita, menjadi daya kekuatan bagi kita agar kita semakin mampu mendengarkan suara Roh, hidup arif dan berani mengambil keputusan-keputusan yang berdasarkan iman dan moral Katolik demi keselamatan bangsa dan kemuliaan Allah.

Pengalaman kebersamaan sebagai umat Katolik Indonesia selama SAGKI 2010 meneguhkan kita bahwa keberagaman budaya, perbedaan agama merupakan modal sosial yang sangat baik untuk mewujudkan persatuan sebagai bangsa Indonesia.

Modal sosial itu akan semakin kuat apabila ada kesediaan berdialog dan bekerjasama, saling melengkapi dan saling memperkaya. Marilah kita membangun masa depan Indonesia yang lebih baik, berawal dari diri kita sendiri, keluarga, komunitas, dan paguyuban-paguyuban yang bertumbuh subur di tengah-tengah umat.


Tuhan memberkati kita semua.


Jakarta, 12 November 2010

21 Oktober 2010

Indonesian rally airs concerns on president

By Konradus Epa, Jakarta

Thosuands of Indonesians, including hundreds of Catholic students, rallied in front of the State Palace, yesterday airing concerns about the direction their country is taking.

“The national interest is not the top priority of the governance of President [Susilo Bambang] Yudhoyono and Vice President Boediono,” an interreligious group of young people said in a statement.

The statement questioned the legitimacy of his installation as “various violations allegedly surfaced.”

The youth group, calling itself the National Opposition Unity, staged the rally on the first anniversary of President Yudhoyono’s re-election.

“Various neo-liberal policies which were the products of president’s previous leadership must have been ended if the government really wanted to focus on economic independence and national sovereignty,” the statement said.

The group, of which the Union of Catholic University Students (PMKRI) is a member, claims that the government has maintained harmful policies, eroded democracy and failed to eradicate corruption or bring food prices down.

They will collect signatures for a petition demanding a vote of no confidence over the government’s neo-liberal regime. “This will be done by going to villages, housing complexes and factories. We will knock on every door.”

PMKRI chairman Stefanus Gusma, told ucanews.com that his members joined the rally “because we have similar conclusion that the government have failed to do its tasks in various fields including law, politics, economy and public service.”

On Oct. 19 the Jakarta Legal Aid Institute (LBH Jakarta) identified three main issues related to the law enforcement namely mistreatment against suspects and defendants, case manipulation and stagnation of the legal process.

http://www.ucanews.com/

16 Oktober 2010

Hari-Hari Nasional & Internasional

  Hari-hari nasional dan internasional di bulan Januari :
1 - Hari Perdamaian Dunia
10 - Hari Lingkungan Hidup Indonesia
15 - Hari Peristiwa Laut dan Samudera
25 - Hari Gizi
25 - Hari Kusta Internasional

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Februari :
3 - Hari Lahan Basah Sedunia
4 - Hari Kanker Dunia
9 - Hari Pers Nasional
13 - Hari Persatuan Farmasi Indonesia
15 - Hari Pembantu Rumah Tangga
21 - Hari Bahasa Ibu Sedunia
28 - Hari Gizi Nasional

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Maret :
1 - Hari Kehakiman Indonesia
7 - Hari Kesadaran Keamanan Informasi (7 Maret 2007)
8 - Hari Perdamaian Internasional
8 - Hari Hak Asasi Wanita Internasional
9 - Hari Musik Nasional
18 - Hari Arsitektur Indonesia
18 - Hari Wanita Internasional
20 - Hari Kehutanan Dunia
21 - Hari Anti Diskriminasi Ras Internasional
22 - Hari Air Sedunia
23 - Hari Meteorologi Dunia (23 Maret 1950)
24 - Hari TBC Sedunia
23 - Hari Metereologi Sedunia
30 - Hari Film Indonesia

Hari-hari nasional dan internasional di bulan April :
1 - Hari Bank Dunia
2 - Hari Peduli Autisme Sedunia
4 - Hari Kepedulian Pertambangan Internasional
6 - Hari Nelayan Indonesia
7 - Hari Kesehatan Sedunia
21 - Hari Kartini
22 - Hari Bumi
23 - Hari Hak Cipta Buku Sedunia
24 - Hari Solidaritas Asia-Afrika
27 - Hari Lembaga Pemasyarakatan Indonesia
27 - Hari Hak atas Kekayaan Intelektual Sedunia

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Mei :
1 - Peringatan Pembebasan Irian Barat
1 - Hari Buruh Internasional
2 - Hari Pendidikan Nasional
3 - Hari Pers Sedunia
8 - Hari Malaria Sedunia
12 - Hari Tragedi Semanggi (12 Mei 1998)
15 - Hari Keluarga Internasional
17 - Hari Buku Nasional
17 - Hari Masyarakat Informasi Sedunia (Hari Telekomunikasi Sedunia)
20 - Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei 1908)
21 - Hari Peringatan Reformasi (21 Mei 1998)
21 - Hari Keragaman Budaya untuk Dialog dan Pembangunan Sedunia
29 - Hari Bencana Lumpur Lapindo (29 Mei 2006)
29 - Hari Internasional untuk Penjaga Perdamaian PBB
29 - Hari Lansia Nasional
31 - Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Juni :
1 - Hari Susu Sedunia
1 - Hari Anak-anak Sedunia
4 - Hari Internasional untuk Anak-anak Tak berdosa Korban Perang
5 - Hari Lingkungan Hidup Sedunia
8 - Hari Laut Dunia
17 - Hari Sedunia Melawan Kelaparan dan Kekeringan
19 - Hari Buku Sedunia
20 - Hari Pengungsi Sedunia
21 - Hari Krida Pertanian
23 - Hari Layanan Publik PBB
24 - Hari Bidan Indonesia
26 - Hari Anti Narkoba Sedunia
29 - Hari Keluarga Nasional

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Juli :
1 - Hari Kerjasama Internasional (Sabtu minggu pertama)
9 - Hari Peluncuran Satelit Palapa
11 - Hari Populasi Sedunia
12 - Hari Koperasi (12 Juli 1947)
20 - Hari Tanpa TV
23 - Hari Anak Nasional
30 - Hari Loper Koran

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Agustus :
1 - Pekan ASI Sedunia
5 - Hari Dharma Wanita
8 - HUT ASEAN
9 - Hari Penduduk Pribumi Sedunia
9 - Hari Hidrografi Internasional
12 - Hari Pemuda Internasional
18 - Hari Konstitusi Indonesia
21 - Hari Maritim Nasional
23 - HUT Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (23 Agustus 1967)
23 - Hari Internasional Peringatan Penghapusan Perbudakan
30 - Hari Orang Hilang Sedunia

Hari-hari nasional dan internasional di bulan September :
3 - Hari Palang Merah Indonesia
6 - Hari Aksara
8 - Hari Melek Huruf Internasional
21 - Hari Perdamaian Internasional
24 - Hari Tani
24 - Hari Agraria Nasional
28 - Hari Kereta Api
28 - Hari Jantung Sehat Sedunia
29 - Hari Sarjana Indonesia

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Oktober :
1 - Hari Habitat Sedunia (Senin pertama)
1 - Hari Pengurangan Bencana Alam Internasional (Rabu kedua)
1 - Hari Manula Internasional
2 - Hari Batik Nasional (2 Oktober 2009)
5 - Hari Guru Sedunia
9 - Hari Habitat Dunia
10 - Hari Kesehatan Mental Sedunia
16 - Hari Pangan Sedunia
17 - Hari Penghapusan Kemiskinan Internasional
18 - Hari Asuransi Indonesia
20 - Hari Osteoporosis Nasional
24 - Hari Dokter Indonesia
24 - Minggu Perlucutan Senjata Sedunia (24-30 Oktober)
24 - Hari Pembangunan Informasi Sedunia
24 - Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa
27 - Hari Penerbangan Nasional
27 - Hari Blogger Nasional
28 - Sumpah Pemuda
30 - Hari Keuangan

Hari-hari nasional dan internasional di bulan November :
1 - Bulan Mutu Nasional
3 - Hari Kerohanian
5 - Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional
6 - Hari Internasional untuk Pencegahan Eksploitasi Lingkungan semasa Perang dan Konflik
12 - Hari Kesehatan Nasional
14 - Hari Diabetes Sedunia
16 - Hari Toleransi Internasional
20 - Hari Anak-anak Sedunia
21 - Hari Pohon
21 - Hari Televisi Sedunia
21 - Hari Peringatan Korban Kecelakaan Lalu-lintas Sedunia (Minggu ketiga)
25 - Hari Guru
25 - Hari Internasional untuk penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
28 - Hari Menanam Pohon
29 - Hari Internasional untuk Solidaritas Rakyat Palestina

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Desember :
1 - Hari AIDS Sedunia
2 - Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan
3 - Hari Penyandang Cacat Internasional
5 - Hari Internasional untuk Relawan Pembangunan Sosial dan Ekonomi
9 - Hari Anti Korupsi Internasional
10 - Hari Hak Asasi Manusia
10 - Hari Penyiaran Anak Internasional
11 - Hari Gunung Internasional
12 - Hari Transmigrasi
13 - Hari Nusantara
15 - Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional
18 - Hari Migrasi Internasional
20 - Hari Solidaritas Kemanusiaan Internasional
22 - Hari Ibu
22 - Hari Sosial
29 - Hari Keanekaragaman Hayati

14 Oktober 2010

Catholics acknowledge the ‘power of love’

By Konradus Epa, Jakarta

Bishop Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta of Bandung in West Java has emphasized the “power of love” at an opening of a novena to observe the Month of Rosary.

“The power of love can change difficult situations,” he told about 200 Catholics present at the Catholic University of Atma Jaya, the event’s venue.

The Fellowship of Marian Devotion organized the Oct. 8-17 program that started with a procession of the Marian statue blessed by Pope John Paul II during his Indonesian visit in 1989. It includes praying the rosary prayers, a seminar and Masses. October is the traditional month of the rosary.

Bishop Pujasumarta pointed out that conflicts, hostilities and destruction exist in this world but that human beings must not lose their faith. “We should use our faith creatively so that we are able to deal with various problems.”

Herlina, a housewife, acknowledged that the power of love encouraged her to marry a layman suffering from poliomyelitis. “I could feel God’s intervention in our struggle,” she told the congregation. Her husband, Sinarahardja, said he went through a difficult time due to the disease.

Maria Soetopo, an organizer, said that repeated national conflicts and violence encouraged the fellowship to initiate the program 10 years ago. “It is only love that can change anything.”


http://www.ucanews.com/

09 Oktober 2010

Violence victims hold weekly vigils in Jakarta

 By Konradus Epa, Jakarta

JAKARTA (ucan) -- Victims of human rights abuses staged a silent protest in front of Indonesia’s presidential palace on Oct. 7, urging President Bambang Yudhoyono to deal with unresolved cases of violence.

Dressed in black and holding umbrellas, about 20 members of the Solidarity Network of Victims for Justice (JSKK) stood in silence, holding banners and photos of kidnapped and missing persons, including victims of the 1998 riots.

The Oct. 8 protest was the 179th protest since the network was established in 2007.

“We hold peaceful protests in the afternoon because that’s the time the president returns home and he can see us,” said Maria Catharina Sumarsih.

She said the group wanted cases investigated by National Commission of Human Rights to be brought before a specially constituted court.

“We have lobbied various government instances but they do not heed us. We are tired but we are still motivated to stage protests,” she added. “We would stop when the president heeds our recommendations,” the Catholic laywoman said.

Sumarsih’s son was shot on the campus of Catholic University of Atma Jaya in Jakarta while he assisted other victims of the 1998 riots.

Meanwhile, Suciwati, the wife of Munir, the Kontras founder who was poisoned while taking a flight from Jakarta to Amsterdam in 2004, said she was disappointed at the government’s failure to implement recommendations on human rights violations.

“The president should be ashamed,” she added.

Crosier Father Serafin Danny Sanusi, executive secretary of Indonesian bishops’ Justice and Peace Commission, said he supported the protesters’ choice of non-violence.

“This shows their compassion and concern for unsolved human rights abuses,” said Father Sanusi, who has twice joined the protests.

08 Oktober 2010

Catholic journalists tackle controversy

By ucanews.com staff, Rome

Dealing with controversial issues was considered the most emotionally-charged topic in the ongoing Catholic Press Congress at the Vatican.

“A Catholic editor must love his Church. We often ignore debate and exchanging views. We must utilize internet opportunities,” said French Bishop Stanislas Marie Georges Jude Lalanne of Coutances.

He was speaking to more than 200 participants from 85 countries attending the Catholic Press Congress on Oct. 5 organized by the Pontifical Council for Social Communication in Rome.

Heated debates dominated the topic titled Ecclesial Communions and controversies: Freedom of expression and the truth of the Church. Speakers shared views on dealing with controversial Church issues.

“We require clear words to avoid issues. Avoid commenting if you have incomplete or no information. Any truth stems from the Holy Spirit”, said Bishop Marcello Semeraro of Albano.

According to John Thavis, Catholic News Service director, Rome Bureau, fairness is key. “We should know where we stand. It’s easy to express outrage but hard to assess reality—we must examine context, time frame and perspective.”

“Sex and money are extremely controversial issues. We must achieve full transparency with clear communication,” added Father Fredercio Lombardi, director of the Holy See Press Office.

Participants were divided into 16 groups and discussed whether Catholic press should avoid certain topics, how it should handle controversy and how to give a voice to dissent.

The Asian group reported that while Christians are a minority in the region, persecution, human rights violations and interreligious harmony remain key issues.

The congress concludes on Oct. 7 with a blessing from Pope Benedict XVI.

03 Oktober 2010

Women ’still neglected in global conflict zones’

By Konradus Epa, Jakarta

The recently held Asian Women Peacemakers Conference emphasized the importance of protecting women in both conflict and post-conflict zones as written in the United Nations Security Council Resolution (UNSCR) 1325, adopted almost a decade ago.

The Sept. 29-30 event was attended by 130 participants representing several NGOs from Afghanistan, East Timor, India, Indonesia, Malaysia, Nepal, and the Philippines.

The National Commission on Violence against Women (Komnas Perempuan), Multicultural Women Peacemakers Network (MWPN), Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) and Women Peacemakers Program-International Fellowship of Reconciliation (WPP-IFOR) jointly organized the event with the theme focusing on the interfaith perspective on the role of women peacemakers.

“Efforts to protect women in conflict and post-conflict zones, especially those facing sexual abuse, taking refuge, being discriminated and marginalized based on cultural, religious and ethnic identities are still scarce,” said Yuniyanti Chuzaifah, Komnas Perempuan’s chairwoman, reading the conference’s press release.

Besides protection, participants also stressed on two main issues, namely, promotion and participation.

In terms of promotion, they emphasized the importance of empowering women as peacemaking agents and creating women community leaders. Participation refers to improving womens’ involvement in preventing and dealing with conflicts and in efforts towards repatriation.

They also suggested that each country should draft a national action plan to ensure the implementation of the UNSCR 1325. Each country must ensure the implementation of bureaucracy reformation and the protection womens’ rights.

Shilera Phor from Afghanistan promised that she will make an action plan empowering women in her country. “Women in my country face many problems including education, children and refugees,” she said.

Santina Amaral Fernandez from East Timor had a different opinion. “Women’s role in promoting peace in my country has become better. We talked about peace within our families and before the public too,” she said, adding that she will keep drafting an action plan because conflicts continue in her country.

 
http://www.ucanews.com/

29 September 2010

Mothers seek justice over missing children

By Konradus Epa, Jakarta

Forty mothers erected tents in front of Jakarta’s Presidential Palace yesterday in a bid for President Susilo Bambang Yudhoyono to intervene to resolve the kidnapping and shooting of their children a decade ago.

Backed by activists from 20 NGOs including the Commission for the Disappeared and Victims of Violence (KontraS), the women, all aged over 60, called on the president to “be brave.”

“He should not be afraid of becoming involved in resolving human rights violations,” said Tuti Koto, 68, whose son was kidnapped and disappeared during the May 1998 riots.

Disappearances of political party members began in 1996. During the 1998 riots, youth activists and students protesting against former President Suharto’s New Order regime also began to disappear, with thirteen people still not accounted for.

“We want (the president) to explain to us why our children are still missing. We met with authorities to seek justice, but there is still no news,” Tuti Koto said.

“Twelve years is not a short time,” added Maria Catharina Sumarsih, a 63-year-old Catholic mother whose son was shot dead in May 1998.

“We already feel tired, but give us a chance,” she said.

Daud Berueh, who coordinated the protest, told ucanews.com that the protest aimed to highlight a series of recommendations made by legislators last year.

The recommendations included the establishment of Ad Hoc Human Rights Court, a search for the missing, rehabilitation and compensation to the missing people’s families, and ratification of the International Convention for Protection of All Persons from Enforced Disappearance.

“We want the president to follow up with the recommendations,” he asserted.

15 September 2010

PESAN BAPA SUCI BENEDICTUS XVI

UNTUK HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-26, TAHUN 2011 DI MADRID

“Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus,

berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2:7)


Sahabat muda terkasih,

Saya sering mengingat kembali Hari Orang Muda Sedunia di Sidney pada tahun 2008 silam. Di sana, kita merayakan pesta iman, saat Roh Allah secara giat bekerja di tengah-tengah kita semua, dan membangun komunitas rohani yang secara sungguh-sungguh dapat saling berbagi dalam satu iman, di antara para peserta yang datang dari berbagai belahan dunia. Pertemuan tersebut, seperti perjumpaan-perjumpaan sebelumnya, berbuah lebat dalam hidup banyak orang muda dan hidup Gereja. Sekarang kita menuju Hari Orang Muda Sedunia berikutnya, yang akan terselenggara di Madrid pada bulan Agustus 2011. Mengingat kembali masa pada tahun 1989, beberapa bulan sebelum hari bersejarah keruntuhan tembok Berlin, peziarahan orang muda seperti ini pernah dilakukan di Spanyol pula, waktu itu di Santiago de Compostela. Sekarang, saat masyarakat Eropa sedang dalam kebutuhan besar untuk menemukan kembali akar Kekristenan mereka, pertemuan kita akan mengambil tempat di Madrid, dengan tema : “Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2: 7). Saya menyemangati Anda untuk mengambil bagian dalam peristiwa ini, yang merupakan peristiwa penting bagi Gereja di Eropa dan bagi Gereja sedunia. Saya mengajak kalian semua orang muda, baik yang saling berbagi iman dalam Yesus Kristus, maupun kalian yang ragu dalam ketidakpastian, atau kalian yang tidak percaya akan Dia, untuk berbagi pengalaman ini, yang akan membuktikan kepastian hidup kalian. Inilah pengalaman akan Tuhan Yesus yang bangkit dan hidup, dan pengalaman akan kasihNya bagi kita masing-masing.

1. Pada sumber Keinginanmu yang terdalam

Dalam setiap periode sejarah kehidupan, termasuk periode kita, banyak orang muda memiliki kerinduan yang mendalam akan relasi pribadi, yang ditandai oleh kebenaran dan solidaritas. Banyak dari mereka membangun hubungan persahabatan yang tulus, untuk mengenal cinta sejati, untuk memulai hidup berkeluarga yang diharapkan manunggal bersatu, untuk mencapai kepenuhan pribadi dan kemapanan hidup yang nyata, serta semua hal yang menjamin masa depan yang bahagia dan tenang. Ketika mengenangkan masa muda saya sendiri, saya tersadar bahwa kemapanan dan perasaan aman nyaman bukanlah pertanyaan yang memenuhi pemikiran generasi muda. Memang cukup benar, bahwa pentinglah memiliki pekerjaan agar dengan itu memiliki pijakan yang kokoh. Namun selain itu, tahun-tahun masa muda merupakan juga waktu, saat kita mencari yang terbaik dari hidup kita. Ketika saya membayangkan kembali masa muda itu, saya ingat semua bahwa kita tidak ingin hidup nyaman demi kehidupan dalam kelas menengah yang mapan. Kita menginginkan sesuatu yang besar, sesuatu yang baru. Kita ingin menjelajahi kehidupan itu sendiri, dalam semua keagungan dan keindahannya. Secara alamiah, tahap itu merupakan bagian dari kehidupan yang kita alami. Selama kediktatoran Nazi dan peperangan, dapat dikatakan pada masa itu, semua orang terkungkung oleh segala peraturan dan batasan yang diciptakan oleh struktur yang sedang berkuasa. Maka, semua orang saat itu ingin mendobrak segala batasan: menginginkan adanya kebebasan, keterbukaan yang memungkinkan kita meraih peluang sebagai manusia. Saya berpikir, bahwa dorongan untuk mendobrak segala batasan yang ada, pada jangkauan tertentu, selalu menandai jiwa orang muda dari masa ke masa. Bagian dari menjadi muda, ialah hasrat akan sesuatu di balik hidup harian dan pekerjaan yang mapan, suatu kerinduan untuk sesuatu yang sungguh-sungguh lebih besar.

Apakah ini hanya mimpi yang akan memudar dan akhirnya menghilang jika kita menua? Tidak! Pria maupun perempuan, diciptakan untuk sesuatu yang besar, untuk sebuah keabadian. Tiada pernah cukup. Santo Agustinus benar ketika ia mengatakan: “Hati kami belum tenang, sampai menemukan istirahat di dalam Engkau”.

Hasrat untuk mencari kehidupan yang lebih bermakna merupakan tanda bahwa Tuhan menciptakan kita, agar mengemban citra diri-Nya. Tuhan adalah Sang Kehidupan, dan itulah sebabnya kita ciptaanNya selalu berusaha untuk menggapai dan menggenggam kehidupan. Karena manusia diciptakan dengan citra Allah, maka kita menggapai kehidupan dengan cara yang unik dan istimewa. Kita selalu berusaha untuk menggapai cinta, suka cita , dan damai. Jadi dapatlah kita lihat, betapa mustahil apabila kita berpikir bahwa kita dapat sungguh-sungguh hidup dengan menyingkirkan Allah dari gambar hidup kita! Tuhan adalah sumber kehidupan. Mengenyampingkan Allah berarti kita telah memisahkan diri kita dari sumber kehidupan, dan berarti kita telah memisahkan diri dari sumber sejati kebahagiaan, suka cita, dan damai. “Tanpa Sang Pencipta, makhluk ciptaan hilang melenyap” (Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, 36). Di beberapa belahan dunia, terutama kehidupan di belahan dunia Barat, budaya mereka saat ini cenderung menyingkirkan Tuhan dari segala aspek dan segi kehidupan, dan memandang bahwa iman kepercayaan adalah urusan pribadi, tanpa memiliki hubungan dan relevansi apapun dengan kehidupan. Sekalipun segugus nilai-nilai yang mendasari kehidupan masyarakat berasal dari Injil, seperti nilai martabat pribadi, nilai solidaritas, nilai kerja, dan nilai berkeluarga, namun kita menyaksikan suatu “gerhana Tuhan” yang pasti, semacam amnesia (penyakit lupa) akan sejarah, sebuah penolakan Kristianitas, pengingkaran khasanah iman Kristen, sebuah pengingkaran yang bisa membawa kita pada hilangnya jati diri kita yang paling dalam.

Untuk alasan inilah, para sahabat, saya mendorong kalian untuk memperkuat iman kalian akan Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Kalian adalah masa depan masyarakat dan Gereja. Seperti Rasul Paulus telah menulis untuk umat di Kolose : Pentinglah memiliki akar, dasar yang kokoh. Perkara ini secara sebagian, benar untuk zaman kita sekarang. Banyak orang tidak memiliki titik acuan yang kokoh, tempat mereka membangun hidup, dan karena nya mereka sungguh merasa tidak aman. Saat ini ada mentalitas relativisme yang berpaham bahwa alasan adanya setiap hal cukup kuat dari dirinya sendiri, serta bahwa suatu kebenaran dan titik acuan yang mutlak, tidak pernah ada. Namun, jalan pikiran seperti ini tidak akan pernah mengarahkan kita kepada kebebasan sejati, tetapi lebih mengacu kepada ketidakstabilan, kebingungan, kompromi buta terhadap keisengan zaman ini. Sebagai orang muda, kalian berhak untuk mewarisi dari generasi pendahulu, titik acuan yang kokoh bagi kalian untuk menolong kalian membuat pilihan, dan membangun hidup di atasnya, bagaikan tunas muda yang membutuhkan dorongan yang mantap hingga bisa membenamkan akar tunggangnya dalam-dalam, tumbuh menjadi pohon kuat yang mampu menghasilkan buah lebat.

2. Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus

Untuk menekankan betapa pentingnya iman bagi hidup umat Allah, kepada kalian saya ingin menyampaikan renungan saya, perihal tiga kata yang digunakan oleh St. Paulus dalam ungkapan : “Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2:7). Kita dapat membedakan tiga buah gambaran berikut ini: “Berakar” mengingatkan kita pada pohon dan akar yang memberi makan pohon itu. “Dibangun” mengacu pada susunan sebuah rumah; “Berteguh” menunjukkan pertumbuhan fisik dan susila. Ketiga gambaran ini sangat tepat. Sebelum memberi ulasan mengenai ketiga kata tersebut, saya tunjukkan bahwa menurut tata bahasa, ketiga kata itu dalam teks aslinya berbentuk kata kerja pasif. Berarti, Kristus sendirilah yang berkehendak untuk menanam, membangun, dan menguatkan kaum beriman.

Gambaran pertama ialah mengenai sebuah pohon yang dengan kokoh ditanam, yang berterima kasih kepada akar yang telah menopang dan memberi makanan kepadanya. Tanpa akar-akar itu, pohon akan roboh ditiup angin dan mati. Apakah akar kita? Secara alamiah, orangtua, keluarga dan kebudayaan negara kita merupakan unsur-unsur penting dari jati diri pribadi kita. Namun Kitab Suci mewahyukan unsur yang lebih lagi. Nabi Yeremia menuliskan: “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yer 17:7-8). Bagi Nabi Yeremia, berakar dalam Tuhan berarti menyerahkan kepercayaan kepada Tuhan. Dari Dia, kita melukis hidup kita. Tanpa Dia, kita tidak bisa benar-benar hidup. “Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam anak-Nya” (1 Yoh 5:11). Yesus sendiri menyatakan kepada kita, bahwa Dia sendirilah kehidupan kita (bdk. Yoh 14:6). Sebagai akibatnya, iman Kristen bukanlah hanya suatu kepercayaan bahwa suatu hal tertentu merupakan kebenaran, melainkan lebih dari itu, iman Kristen merupakan suatu hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Iman kita ialah suatu perjumpaan dengan Sang Putra Allah yang memberikan tenaga pada seluruh keberadaan kita. Ketika kita memasuki hubungan pribadi dengan Dia, Kristus menyingkapkan jati diri kita yang asli, dan dalam persahabatan denganNya, hidup kita bertumbuh menuju kepenuhan yang lengkap. Ada saatnya ketika kita mengalami masa muda, ketika bertanya: Apa makna hidup saya? Manakah tujuan dan arah yang harus kuberikan pada hidup saya? Saat itu merupakan saat penting, dan pertanyaan-pertanyaan itu mungkin bisa membuat kita cemas untuk beberapa lama. Kita mulai mempertanyakan mengenai jenis pekerjaan yang harus kita pilih, pola hubungan-hubungan yang harus kita bangun, persahabatan yang harus kita pelihara.

Di sinilah, suatu saat, saya melihat kembali masa muda saya. Saya agak cukup dini menyadari, mengenai kenyataan bahwa Tuhan menghendaki saya menjadi imam. Kemudian setelah masa peperangan berakhir, saat saya di seminari dan universitas dalam jalur menuju tujuan imamat itu, saya harus melihat kembali kepastian cita-cita saya itu. Saya harus bertanya diri: sungguhkan ini jalur yang harus saya jalani? Apakah benar jalan ini merupakan kehendak Tuhan bagi saya? Apakah saya akan mampu bertahan setia bagiNya dan sepenuhnya melayani Dia? Keputusan seperti ini menuntut perjuangan tertentu. Hal ini tidak bisa tidak, harus dilakukan. Namun kemudian tibalah kepastian itu: inilah keputusan yang tepat! Ya, Tuhan menginginkan saya, dan ia akan memberi saya kekuatan. Jika saya mendengarkan Dia dan berjalan bersamaNya, maka saya pasti menjadi diri saya yang asli. Yang diperhitungkan bukanlah pemenuhan hasrat hati saya sendiri, namun kehendak Dia. Dengan cara ini, hidup menjadi sejati.

Serupa dengan akar yang menopang kuat pohon untuk tetap berada dalam tanah dan kehidupannya, maka pondasi sebuah rumah memberikan jaminan kekokohan jangka panjang. Melalui iman, kita telah dibangun dalam Yesus Kristus (bdk. Kol 2:7), seperti rumah dibangun di atas pondasinya. Sejarah Kekudusan telah menyediakan bagi kita banyak contoh Santo-Santa yang membangun hidupnya pada Sabda Tuhan itu. Yang pertama ialah Abraham, bapa iman kita, yang taat pada Tuhan, ketika Tuhan memerintahkan dia meninggalkan tanah leluhurnya untuk menuju tanah yang tidak ia kenal. “Percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Karena itu Abraham disebut “Sahabat Allah” (Yak 2:23). Dibangun dalam Yesus Kristus berarti menanggapi secara positif panggilan Tuhan, mempercayaiNya, dan menaruh SabdaNya dalam tindakan. Yesus sendiri mengingatkan para murid, “Mengapa engkau berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Luk 6:46). Dia lalu memakai gambaran pembangunan sebuah rumah: “Setiap orang yang datang kepadaKu dan mendengarkan serta melakukannya – aku akan menyatakan kepadamu – dengan siapa ia dapat disamakan. Ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah. Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun” (Luk 6:47-48).

Para Sahabat terkasih.

Bangunlah rumah kalian sendiri di atas batu karang seperti orang yang menggali dalam-dalam untuk membuat pondasi. Cobalah setiap hari untuk mengikuti sabda Kristus. Dengan keberadaan-Nya disamping kalian, kalian akan menemukan keberanian dan pengharapan untuk menghadapi berbagai kesulitan dan masalah, bahkan untuk mengatasi kekecewaan dan kemunduran. Kepada kalian, secara terus menerus ditawarkan pilihan-pilihan yang lebih mudah, namun kalian sendiri tahu, bahwa segala tawaran itu bersifat menipu dan tidak akan pernah mampu memberikan damai dan suka cita. Hanya Sabda Allah saja yang mampu memperlihatkan kepada kita jalan yang sejati dan hanya iman yang kita terima-lah yang menjadi cahaya dalam jalan kehidupan kita. Dengan penuh syukur, terimalah hadiah rohani ini yang telah kalian warisi dari keluarga kalian; Berusahalah untuk menanggapi panggilan Tuhan dengan penuh kesadaran, dan bertumbuhlah dalam iman. Janganlah percaya para mereka yang memberitahu kalian bahwa kalian tidak memerlukan orang lain untuk membangun hidup kalian! Temukanlah dukungan dalam iman, pada orang-orang yang mengasihi kalian, temukanlah dukungan dari iman Gereja, dan bersyukurlah pada Tuhan bahwa kalian telah menerima iman itu dan telah membuatnya menjadi milik kalian sendiri!

3. Berteguhlah dalam iman

Hendalah kamu “berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman.” (Kol 2:7). Surat dari mana kata-kata tersebut dikutip, ditulis oleh Santo Paulus untuk menanggapi kebutuhan khusus umat Kristen di kota Kolose. Waktu itu, komunitas umat di Kolose terancam oleh pengaruh kecenderungan budaya tertentu yang memalingkan kaum beriman dari Injil. Ruang lingkup budaya kita sekarang, para sahabat, bukanlah seperti keadaan umat kuno di Kolose. Namun saat ini, terdapat arus kuat pikiran kaum sekular serupa, yang bertujuan untuk meminggirkan Tuhan dari kehidupan masyarakat dengan menekankan dan menciptakan “surga” tanpa kehadiran-Nya. Sebenarnyalah, pengalaman memberikan bukti nyata kepada kita semua, bahwa dunia tanpa Tuhan selalu menjadi “neraka” : dipenuhi oleh keakuan, keluarga berantakan, kebencian antar-pribadi dan antar-bangsa, dan kekurangan yang besar akan kasih, suka cita, dan harapan. Di lain pihak, di manap ada pribadi dan bangsa menerima kehadiran Allah di tengah-tengah mereka, memujiNya dalam kebenaran serta mendengarkan suara-Nya, maka peradaban cinta kasih sedang dibangun, yaitu sebuah peradaban di mana martabat semua orang dihormati, dan persekutuan paguyuban meningkat, dengan segala kebaikannya. Namun demikian tetap saja, beberapa umat Kristen tergoda oleh sekularisme dan arus kepercayaan yang menjauhkan mereka dari iman akan Yesus Kristus. Ada pula beberapa orang Kristen, sekalipun tidak terpengaruh oleh godaan itu, namun telah dengan sembrono membiarkan iman mereka tumbuh seadanya, yang berakibat buruk pada hidup kesusilaan mereka.

Kepada orang-orang Kristen yang dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang jauhb dari nilai Injil, Rasul Paulus memberitakan mengenai kekuatan wafat dan kebangkitan Kristus. Misteri wafat dan kebangkitan Kristus merupakan dasar hidup kita serta pusat iman Kristen. Dengan tetap menghormati pertanyaan-pertanyaan besar yang terbenam dalam-dalam di hati manusia, menurut saya semua filsafat yang mengabaikan misteri salib serta menganggapnya “kebodohan” (1Kor 1:23), justru menyingkapkan keterbatasan mereka sendiri. Sebagai penerus Rasul Petrus, saya juga ingin menguatkan kalian dalam iman (bdk. Luk 22:32). Kita dengan teguh percaya bahwa Yesus Kristus menyerahkan diriNya sendiri di kayu salib untuk memberikan kasih-Nya kepada kita. Dalam penderitaanNya, Dia memikul penderitaan kita, menanggung dalam diri-Nya dosa –dosa kita, memberikan pengampunan bagi kita dan mendamaikan kita dengan Allah Bapa, membukakan bagi kita jalan menuju hidup abadi. Jadi, kita dibebaskan dari hal yang paling membelenggu hidup kita yaitu perbudakan dosa. Kita bisa mengasihi setiap orang, bahkan musuh kita, dan kita bisa membagikan kasih ini untuk yang termiskin dari saudara-saudari kita, dan bagi semua orang yang sedang dalam dalam kesukaran hidup.

Para Sahabat terkasih;

Salib sering menggentarkan kita karena salib tampak sebagai penolakan hidup. Pada kenyataannya, sebaliknyalah yang benar. Salib adalah pernyataan ‘Ya’ dari Allah kepada umat manusia, yang merupakan ungkapan tertinggi dari cinta-Nya dan sumber dari mana kehidupan kekal mengalir. Sesungguhnyalah, pernyataan ini berasal dari hati Yesus, yang dihancurkan di salib, yang justru dari hati yang hancur itu hidup ilahi mengalir, yang bisa ditampung oleh semua yang mengangkat mata mereka kepada Sang Tersalib.

Saya hanya dapat mendesak kalian untuk memeluk Salib Yesus Kristus, tanda cinta kasih Tuhan, sebagai sumber hidup baru.

4. Mengimani Yesus Kristus melihat langsung

Dalam Injil kita menemukan paparan mengenai pengalaman iman Rasul Thomas ketika ia menerima misteri Salib dan kebangkitan Kristus. Thomas merupakan salah satu dari kedua belas rasul. Dia mengikuti Yesus, dan menjadi saksi mata dari penyembuhan dan mukjizat yang dibuat Yesus. Thomas mendengarkan sabda-Nya, dan dia mengalami ketakutan pada saat wafat Yesus. Malam pada hari Paskah itu, ketika Tuhan menampakkan diri pada para murid, Thomas tidak hadir. Ketika ia diberitahu bahwa Yesus hidup dan memperlihatkan diriNya, Thomas menjawab: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangannya, dan mencucukkan jariku pada bekas paku itu dan mencucukkan tanganku pada lambungNya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh 20:25).

Kita juga, ingin mampu melihat Yesus, berbicara denganNya dan merasakan kehadiranNya bahkan secara lebih penuh kuasa. Bagi banyak orang dewasa ini, menjadi sukar untuk mendekati Yesus. Ada terlalu banyak gambaran mengenai Yesus yang beredar, yang dinyatakan sebagai ilmiah, yang malahan membuat kabur keagungan dan keunikan pribadiNya. Itulah sebabnya, setelah bertahun-tahun belajar dan merenung, saya memikirkan untuk membagikan sesuatu dari perjumpaan pribadi saya bersama Yesus dengan menuliskannya menjadi sebuah buku. Ini merupakan sebuah cara untuk membantu orang lain melihat, mendengar, dan menyentuh Tuhan kepada siapa Ia datang supaya diri-Nya dikenal. Yesus sendiri ketika seminggu kemudian menampakkan diri lagi kepada para murid berkata kepada Thomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu dan cucukkanlah ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi melainkan percayalah.” (Yoh 20:27). Kita juga, bisa memiliki kontak yang tampak dengan Yesus dan menaruh tangan kita, juga berbicara padaNya, atas tanda-tanda penderitaan-Nya, tanda-tanda cinta kasih-Nya. Dalam sakramen-sakramen, Dia secara khusus dekat dengan kita, dan memberikan diriNya untuk kita. Orang muda terkasih, belajarlah untuk “melihat” dan “menjumpai” Yesus dalam Ekaristi, di mana Dia hadir dan dekat dengan kita, dan bahkan menjadi santapan bagi perjalanan kita. Dalam Sakramen Tobat, Tuhan memperlihatkan kerahimanNya dan selalu memberikan pengampunanNya untuk kita. Kenalilah, dan layanilah Yesus dalam diri orang miskin, orang sakit, dan dalam diri saudara-saudari yang sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan.

Masuklah dalam percakapan pribadi dengan Yesus Kristus dan peliharalah hal itu dalam iman. Kenalilah Dia lebih baik lagi dengan membaca Kitab Suci dan buku Katekismus Gereja Katolik (KGK). Berbincanglah dengan-Nya dalam doa kalian, dan letakkan kepercayaan kalian dalam Dia. Dia tidak pernah mengkhianati kepercayaan kalian itu! “Iman pertama-tama ialah ikatan pribadi manusia dengan Allah. Sekaligus tak terpisahkan dari itu, ialah persetujuan bebas terhadap seluruh kebenaran yang diwahyukan Tuhan” (KGK, 150). Dengan demikian, kalian akan menuai iman yang matang dan mantap, yaitu iman yang tak hanya didasarkan kepada rasa-perasaan keagamaan, atau hanya mengandalkan ingatan samar-samar akan katekismus pelajaran agama Katolik yang kamu terima dulu saat kanak-kanak. Kalian mau datang untuk mengenal Allah, dan hidup secara sejati dalam kesatuan dengan Dia, sebagaimana Rasul Thomas yang memperlihatkan imannya yang teguh dalam Yesus, dengan berkata: “Tuhanku dan Allahku!”.

5. Ditopang oleh iman Gereja untuk menjadi saksi.

Yesus berkata kepada Thomas: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” (Yoh 20:29). Yesus saat itu sedang memikirkan jalur iman Gereja yang harus diikuti yang didasarkan pada para saksi mata wafat dan kebangkitan Kristus yaitu para Rasul. Dengan demikian, kita melihat, bahwa iman pribadi kita pada Kristus, yang menjumpai kita dalam percakapan pribadi denganNya, diikat dalam iman Gereja. Kita tidak beriman sebagai individu yang terpisah dari yang lain, namun melalui Baptis, kita ialah anggota keluarga besar Gereja. Iman yang diakui oleh Gereja selalu menguatkan kembali iman pribadi kita masing-masing. Kredo “Aku Percaya” yang kita doakan setiap misa hari Minggu melindungi kita dari bahaya kepercayaan terhadap “allah lain” yang tidak diwahyukan oleh Yesus Kristus: “Setiap orang beriman adalah anggota dalam jalinan rantai besar orang-orang beriman. Saya tidak dapat menjadi orang beriman kalau saya tidak didukung oleh iman orang lain. Dan oleh iman saya, saya pun mendukung iman orang lain” (KGK 166). Marilah selalu bersyukur kepada Tuhan atas anugerah Gereja, karena Gereja menolong kita untuk maju dengan aman, dalam iman yang memberi kita hidup sejati (bdk. Yoh 20:31).

Dalam sejarah Gereja, para orang kudus dan para martir selalu bergerak dari kemuliaan Salib Kristus - daya kesetiaan kepada Tuhan - menuju Allah, hingga pada titik mereka harus menyerahkan nyawa. Dalam iman, mereka menemukan kekuatan untuk mengatasi kelemahan, dan menang atas setiap kesulitan. Benarlah Rasul Yohanes mengatakan: “Siapakah yang mengalahkan dunia selain dari pada dia yang percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah?” (1Yoh 5:5). Kemenangan yang lahir dari iman adalah cinta kasih. Masih ada dan tetap ada, banyak umat Kristen yang menghayati kesaksian nyata dari daya iman yang diwujudkan dengan pelayanan karya amal kasih. Merekalah para juru perdamaian, promotor keadilan dan pekerja-pekerja demi dunia yang lebih manusiawi, dunia yang sesuai dengan rencana Tuhan. Dengan kompetensi dan sikap profesional, mereka bekerja penuh tanggung jawab dalam sektor-sektor hidup masyarakat yang beraneka ragam, menyumbangkan secara tepat guna, kesejahteraan bagi semua. Karya amal kasih yang berasal dari iman membawa mereka kepada kesaksian nyata dengan kata dan perbuatan. Kristus bukanlah harta milik yang ditujukan untuk diri kita saja. Dia, harta paling berharga yang kita miliki, ialah Dia yang ditujukan dan dibagikan untuk sesama yang lain. Pada masa globalisasi ini, jadilah saksi harapan Kristiani di seluruh dunia. Betapa banyaknya orang yang telah menanti untuk menerima harapan ini! Ketika berdiri di depan batu makam sahabat-Nya Lazarus, yang mati empat hari sebelumnya, sebelum Ia menghidupkan kembali si mati itu, Yesus berkata kepada saudari Lazarus, Martha: “Jika engkau percaya, engkau akan melihat kemuliaan Allah” (bdk Yoh 11:40). Dengan cara yang sama, jika kalian percaya, dan jika kalian mampu menghayati iman dan menjadi saksi atas iman setiap hari, kalian akan menjadi sumber yang membantu orang muda lainnya seperti diri kalian, untuk menemukan makna dan kegembiraan hidup, yang terlahir dari perjumpaan dengan Kristus!

6. Menuju Hari Orang Muda Sedunia di Madrid

Para Sahabat terkasih,

Sekali lagi, saya mengundang kalian semua untuk menghadiri Hari Orang Muda Sedunia di Madrid. Saya menunggu kalian masing-masing dengan sukacita yang besar. Yesus Kristus ingin menguatkan iman kalian melalui Gereja. Keputusan untuk percaya kepada Yesus dan mengikuti-Nya bukanlah perkara yang mudah. Iman padaNya sering terhalangi oleh kegagalan pribadi, dan oleh banyak keriuhan yang menawarkan jalur-jalur perjalanan yang lebih mudah. Jangan lemah semangat. Namun, temukanlah dukungan dari komunitas seiman, temukanlah dukungan dari Gereja! Selama tahun ini, persiapkanlah secara cermat untuk pertemuan di Madrid, bersama uskup-uskup, para imam, para pembimbing orang muda di keuskupan, komunitas-komunitas paroki, dan berbagai serikat serta perkumpulan kalian.

Mutu pertemuan kita mendatang akan seluruhnya bergantung pada : Persiapan rohani kita, doa-doa kita, kebersamaan kita dalam mendengarkan sabda Allah, dan dukungan satu sama lain.

Para muda terkasih, Gereja bergantung kepada kalian! Dia membutuhkan iman kalian yang bersemangat, amal kasih kalian yang kreatif, dan energi dari pengharapan kalian. Kehadiran kalian memperbaharui, meremajakan,dan memberikan energi baru bagi Gereja. Karena itulah, maka Hari Orang Muda Sedunia adalah rahmat, bukan saja untuk kalian orang muda, tapi juga untuk keseluruhan umat Allah.

Gereja Spanyol sedang bersiap diri secara aktif untuk menyambut kedatangan kalian sekaligus untuk berbagi pengalaman iman yang menggembirakan ini bersama kalian. Saya mengucapkan terima kasih kepada keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, tempat-tempat ziarah, komunitas-komunitas religius, asosiasi-asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan gerejawi, serta semua yang bekerja keras untuk mempersiapkan peristiwa ini. Allah menganugerahkan berkat-Nya untuk mereka semua. Semoga Bunda Perawan Maria menyertai kalian selama persiapan ini. Ketika menerima kabar gembira, Bunda Maria menerima Sang Sabda dengan imannya. Dalam iman, ia menyetujui rencana kepenuhan janji Allah yang terlaksana dalam dan melalui dirinya. Dengan menyerukan “fiat”, “terjadilah padaku menurut perkataanMu”, Bunda Maria menerima anugerah cinta kasih yang sedalam-dalamnya, yang membuat dia memberikan diri seutuhnya kepada Allah. Semoga doanya campur tangan dalam diri kalian, sehingga pada Hari Orang Muda Sedunia mendatang ini, kalian bertumbuh dalam iman dan kasih. Saya meyakinkan kalian bahwa saya dengan kasih kebapaan, mengingat kalian dalam doa-doa saya, dan saya memberikan kepada kalian berkat dari lubuk hati saya yang paling dalam.



Dari Vatikan, 6 Agustus 2010
pada Pesta Penampakan Kemuliaan Tuhan

Benedictus PP. XVI


Penerjemah I : Niko Tanadi
Penerjemah II dan Penyelaras Akhir: Y Dwi Harsanto Pr

05 September 2010

Hari Minggu Misi Sedunia ke-84

PESAN BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI

HARI MINGGU MISI (EVANGELISASI)

24 Oktober 2010

MEMBANGUN PERSEKUTUAN GEREJANI

ADALAH KUNCI MISI

Saudara- Saudari terkasih,

Bulan Oktober dengan perayaan Hari Minggu Evangelisasi, memberi kesempatan kepada keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, tarekat-tarekat hidup bakti, serikat-serikat gerejani dan kepada seluruh umat untuk membarui komitmen mereka terhadap pewartaan Injil dan kegiatan pastoral dengan semangat misioner yang lebih besar.

Peristiwa tahunan ini mengajak kita untuk menghayati liturgi, katekese, karya sosio-karitatif-kultural secara lebih intensif yang semuanya merupakan ajakan Tuhan Yesus agar kita berhimpun pada meja Sabda-Nya dan Ekaristi, sebab Ia menghendaki kita merasakan kehadiran-Nya, bimbingan-Nya, supaya kita semakin bersatu dengan Dia sebagai Guru dan Tuhan.

Yesus menyatakan,"Barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yoh 14:21). Hanya berpangkal pada perjumpaan dengan kasih Allah ini - yang berdaya mengubah seluruh eksistensi kita - kita bisa hidup bersatu dengan Dia dan rukun di antara kita serta memberi kesaksian yang meyakinkan "kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kita tentang pengharapan yang ada pada kita" (1Ptr 3:15). Hanya iman yang dewasa - yang berpegang pada Allah seperti anak terhadap bapanya, yang dihidupi oleh doa, oleh renungan atas sabda Allah dan dengan memperlajari tentang kebenaran-kebenaran iman - akan mampu membangun masyarakat baru berdasarkan Injil Yesus Kristus.

Juga pada bulan Oktober, banyak negara melakukan berbagai aktivitas gerejani setelah masa liburan musim panas. Gereja mengajak kita semua untuk belajar dari Bunda Maria memperhatikan rencana kasih Allah Bapa atas umat manusia, sehingga kita pun mencintai umat manusia seperti Bapa mencintai mereka. Dan ini bukan lain dari pada tujuan misi Gereja.

Allah Bapa memanggil kita menjadi anak-anak-Nya dalam diri Anak-Nya yang terkasih Yesus Kristus dan memanggil kita hidup sebagai saudara satu sama lain. Yesus dikaruniakan oleh Bapa untuk menyelamatkan umat manusia yang terpecah belah oleh pertengkaran dan dosa, dan untuk menghadirkan wajah Allah yang benar "yang begitu besar kasih-Nya akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Yoh 3:16).

Dalam injilnya, Yohanes mencatat bahwa di antara masyarakat yang naik ke Yerusalem untuk merayakan Paskah terdapat beberapa orang Yunani. Mereka pergi kepada Filipus dan minta,"Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus." (Yoh 12:21). Permintaan mereka bergema juga dalam hati kita di bulan Oktober ini, untuk mengingatkan bahwa tanggung jawab dan tugas perutusan mewartakan Injil, yaitu membantu manusia bertemu dengan Yesus, merupakan tugas utama perutusan seluruh Gereja. (Ad gentes, 2).

Di tengah-tengah masyarakat multi-etnik zaman ini yang mengalami kekosongan batin dan ketakpedulian terhadap sesama yang memrihatinkan, murid-murid Yesus terpanggil menampilkan tanda-tanda harapan dan menjalin suatu persaudaraan yang universal (=Katolik) dengan menerapkan nilai-nilai luhur yang membarui sejarah. Selain itu, secara nyata dan dengan berani, mereka terpanggil menjadikan bumi ini rumah semua orang.

Manusia zaman ini, seperti peziarah-peziarah Yunani 2000 tahun yang lalu, mungkin tanpa menyadarinya, meminta supaya umat beriman jangan hanya ‘berbicara' tentang Yesus, melainkan supaya ‘memperlihatkan' Yesus, wajah Sang Penyelamat, di setiap penjuru dunia kepada generasi millennium ini, terutama kepada kaum muda di masing-masing benua, sebab merekalah pendengar dan pewarta injil yang terpilih. Manusia zaman ini harus mengalami bahwa kaum Kristiani mewartakan Sabda Kristus sebab Dialah kebenaran, sebab dalam Dialah orang-orang Kristiani telah menemukan jawaban dan makna bagi hidup mereka.

Pengarahan saya ini bermaksud memfokuskan tugas perutusan yang dilimpahkan kepada seluruh Gereja dan kepada masing-masing anggotanya. Tugas perutusan Gereja akan menyentuh hati manusia hanya kalau mekar dari pertobatan pribadi, komuniter dan pastoral yang sejati.

Tugas perutusan mewartakan Injil mendesak setiap murid Yesus, semua keuskupan dan paroki untuk menjalankan suatu pembaruan diri yang mendalam dan membuka hati pada kerja sama antar Gereja-gereja lokal agar pesan Injil sampai pada hati setiap orang, setiap bangsa, budaya, suku di seantero dunia.

Kerja sama antar Gereja-gereja lokal menjadi nyata dan berkembang melalui karya Imam-imam Fidei donum, serikat-serikat misioner, para biarawan-biarawati, awam-awam misioner yang mengarah pada suatu persatuan gerejani yang semakin mantap di mana pluralitas budaya pun menemukan keharmonisan. Dalam pluralitas budaya, Injil berpeluang bekerja sebagai ragi bagi berkembangnya kebebasan dan kesejahteraan, serta sebagai sumber persaudaraan, kerendahan hati dan damai (Ad gentes 8). Dalam Kristus, Gereja menjadi sakramen, yaitu tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. (Lumen gentium, 1)

Kesatuan Gereja lahir dari perjumpaan dengan Yesus Kristus, Putra Allah. Melalui pewartaan Gereja, Kristus menjangkau semua orang dan menciptakan kesatuan dengan diri-Nya, dengan Bapa dan Roh Kudus (1Yoh 1:3). Kristus menciptakan hubungan yang baru antara manusia dengan Allah. Ia mewahyukan bahwa "Allah adalah kasih" (1Yoh 4:8) dan sekaligus Ia menetapkan ‘perintah baru cinta kasih' sebagai hukum utama bagi kesempurnaan manusiawi - dan karena itu - untuk pembaruan dunia. Dan Kristus menjamin kepada semua orang yang percaya akan kasih sayang ilahi," bahwa jalan cinta kasih terbuka bagi semua orang, dan bahwa usaha untuk membangun persaudaraan universal tidak akan percuma. (Gaudium et spes, 38).

Gereja dibentuk menjadi ‘Persekutuan' oleh Ekaristi, di mana Kristus, yang hadir dalam roti dan anggur, berkat kurban cinta kasih-Nya mendirikan Gereja sebagai tubuh-Nya, dengan menyatukan kita dengan Allah Tritunggal dan menyatukan kita satu sama lain. (1Kor 10:1dst). Sebagaimana sudah saya tulis dalam Anjuran apostolik Sacramentum Caritatis,"Kita tidak bisa menyimpan bagi diri kita saja cinta kasih yang kita rayakan dalam sakramen, karena hakekatnya cinta itu dibagikan kepada semua orang. Apa yang dibutuhkan dunia adalah cinta kasih Allah, adalah perjumpaan dengan Kristus dan percaya kepada-Nya."(n.84). Oleh karena itu Ekaristi bukan hanya sumber dan tujuan kehidupan Gereja, tetapi juga sumber dan tujuan misi Gereja, Gereja yang ekaristis sejatinya adalah Gereja yang misioner, Gereja yang mampu mewartakan secara meyakinkan bahwa, "Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami." (1Yoh 1:3)

Saudara sekalian yang terkasih,

Pada hari Minggu Misi ini di mana mata hati kita terbuka untuk menjangkau luasnya tugas misi, hendaknya kita memastikan diri sebagai pelaku dalam melaksanan tugas Gereja mewartakan Injil. Semangat misioner tetap merupakan tanda vitalitas Gereja-Gereja Lokal kita (R.M, 2) dan kerjasama antar Gereja-Gereja Lokal menjadi bukti kokoh kesatuhan, persaudaraan dan solidaritas. Ciri-ciri ini merupakan jaminan bagi dunia bahwa pewartaan Kasih Yang Menyelamatkan sungguh dapat dipercaya!

Sekali lagi saya ajak saudara sekalian untuk berdoa dan - kendati dunia dilanda krisis ekonomi - membantu juga secara konkrit Gereja-Gereja muda. Bantuan tanda kasih ini akan diserahkan kepada Karya Kepausan untuk Evangelisasi (kepadanya saya haturkan terima kasih saya), yang kemudian akan diteruskan untuk membantu pembinaan para imam, seminaris-seminaris, katekis-katekis di daerah-daerah misi dan untuk mendukung komunitas-komunitas Gereja muda.

Sebagai penutup pesan tahunan ini untuk Hari Misi (Evanglisasi) sedunia, saya ingin menyatakan cinta kasih dan pengharaan saya bagi semua misionaris, laki-laki dan perempuan, yang menjadi saksi Kerajaan Allah di daerah terpencil dan sulit yang kadangkala menuntut penyerahan hidup. Bagi merekalah persaudaraan dan dukungan dari seluruh kaum beriman! Semoga Allah "yang mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2Kor 9:7) menganugerahi mereka semangat dan kebahagiaan yang mendalam.

Sebagaimana Maria, demikian pula setiap komunitas gerejani yang mengakatan "ya' kepada panggilan Ilahi untuk melayani sesama dalam kasih, akan menjadi suatu komunitas dengan corak keibuan dan rasuli (Gal 4 : 4. 19.26), yang karena terpesona oleh misteri kasih Allah - "yang setelah genap waktunya, mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan" (Gal 4 : 4) - ia akan melahirkan rasul-rasul baru yang penuh semangat dan berani. Tanggapan akan kasih Allah itu akan menjadikan komunitas Kristiani "bersukacita dalam pengharapan" untuk membangun rencana Allah yang menghendaki "agar segenap umat manusia mewujudkan satu Umat Allah, bersatu-padu menjadi satu Tubuh Kristus serta dibangun menjadi satu kenisah Roh Kudus" (Ad gentes, 7).


Dari Vatikan, 6 Februari 2010

BENEDIKTUS PP. XVI


Pengalih dari bahasa Italia:

P. Otello Pancani, s.x.

http://www.mirifica.net/

27 Agustus 2010

Telling the story of Indonesian Catholics

By Konradus Epa, Jakarta

The Third Grand Synod of the Indonesian Catholic Church, scheduled for Nov. 1-5 in Bogor, West Java, will use a narrative or story-telling approach previously used by the Asian Mission Congress in 2006, says one of its chief organizers.

Divine Word Father Alfons Agustinus Duka, who heads the grand synod’s organizing committee, said the Telling the Story of Jesus in Asia theme at the Asian Mission Congress in Chiang Mai, Thailand, was an inspiration for the grand synod.

“The narrative approach can reveal faith,” he said.

Father Duka spoke to ucanews.com about the preparations and aims of the upcoming grand synod.



Q. How are preparations for the grand synod going?

A. We have prepared reflections and prayers related to the theme. Copies were distributed to each diocese. They are written in plain language so they will be easier for participants to digest.

We have also sent guidelines that will help participants present their life witnesses in a free and creative manner, based on three sub-themes: cultural diversity, interfaith dialogue, and marginalized people.

We chose this theme because we want to see more faith-based sharing, instead of theoretical discussions which occurred in the two previous grand synods. It’s also an invitation for Catholics to be aware of their calling and to proclaim the good news in their daily lives.

Jesus’ life will be the main focus of the grand synod.

Q. How will this be done?

A. Pope John Paul II, in his encyclical Ecclesia in Asia, affirmed that the Church’s mission is to have faith sharing in light of faith in Jesus Christ. It is a gift that we must accept and share with others. This faith sharing should be done by using a narrative approach.

We will use a narrative approach because it can reveal faith. Each participant representing every diocese will be given an opportunity to tell a story, and this story must reflect the Gospel and Church’s teachings. By doing this, we will get clues which can be used to identify the depth of our faith experience.

Q. Why a narrative approach?

A. By telling a story, a person can reveal their identity: who he/she is, where he/she is from, and whom he/she is related to. Telling a story relates with others and is something which can be seen, touched and felt.

By telling a story, someone can also relate how he/she experiences things. It includes their faith experience in Jesus, which may be difficult to understand if it is defined in a scientific way.

Jesus himself always used stories. When answering the question “who is my neighbor?” Jesus did not define it. Instead, he told a story, of which we finally called the neighbor a Good Samaritan.

In his encyclical Ecclesia in Asia, Pope John Paul II says story telling is a pedagogy which suits nations best.

Q. What will the content of the stories be?

A. Participants’ faith experience should be based on the context of Indonesia, which is diverse and complex. Amongst this diversity and complexity, however, the bishops have chosen to focus on three main issues: Socio-cultural life, religious life, and socio-economic life, which are the grand synod’s sub-themes.

The introduction of Jesus’ face will also be presented throughout the whole program of the grand synod, such as in the inculturated Eucharist services and cultural performances.

Q. Can you outline the topics for discussion?

A. We will discuss three subjects: Recognizing Jesus’ face in cultural diversity, recognizing Jesus’ face in interfaith dialogue, and recognizing Jesus’ face in the life of marginalized people.

With interfaith dialogue, we will invite other religious followers –- Buddhists, Muslims and followers of traditional beliefs –- to share with us about their faith experiences.

Q. What makes this year’s grand synod unique?

A. The two previous grand synods focused on scientific and intellectual analysis. This year will be a faith celebration and sharing in light of the Gospel.

This year’s synod is organized as follow-up to the Asian Mission Congress in 2006.

Q. How many Catholics will take part?

A. About 500 participants. Each diocese will send a delegation of 6-10 people including the bishop, priests, nuns, brothers and laypeople.

We hope participants come from various institutions and organizations, or those who take an active part in interfaith dialogues, activities related to their cultures and services to the poor.

Q. What do you expect from participants after the synod?

A. We hope they will put into practice the grand synod’s recommendations after they go back to their own dioceses, parishes and ecclesial communities.

http://www.ucanews.com/

19 Agustus 2010

Surat KWI kepada Presiden SBY

Menjelang perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-65, pimpinan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mendatangi kantor Sekretariat Negara pada Senin 16 Agustus untuk menyerahkan surat kepada kepala pemerintahan Indonesia.

Surat tersebut ditandatangani ketua KWI Mgr Martinus D. Situmorang OFM Cap dan Sekjen Mgr Johanes Pujasumarta.

Berikut adalah isi surat dengan nomor 164/II/8/2010, tertanggal 16 Agustus 2010:

Kepada YM

Presiden Republik Indonesia
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

di
J A K A R T A

Bapak Presiden yang kami hormati dan cintai,

Menjelang peringatan 65 tahun Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia perkenankan kami, para Waligereja Katolik Indonesia, menulis surat kepada Bapak Presiden.

Pertama kami ingin berterimakasih kepada Bapak Presiden. Di bawah kepemimpinan Bapak Presiden negara kita berhasil mengatasi goncangan-goncangan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan mendalam 12 tahun lalu.

Kehidupan bangsa menjadi lebih mantap, konflik dan kekerasan mereda, perekonomian mulai berkembang positif, di dunia internasional Indonesia berdiri secara terhormat. Dan kami bersyukur, bahwa di bawah kepemimpinan Bapak Presiden, Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika tetap menjadi acuan dasar kebijakan negara.

Akan tetapi, Bapak Presiden, semua keberhasilan yang kami syukuri dan kami akui ini tidak menutup kenyataan, bahwa di dalam masyarakat terdapat keresahan-keresahan yang semakin mendalam, yang kalau tidak ditanggapi secara positif dapat mengancam masa depan bangsa kita.

Di satu pihak sebagian cukup besar rakyat Indonesia masih menghadapi kesulitan-kesulitan serius dalam hidup sehari-hari: kesulitan mendapat pekerjaan, beaya pendidikan dan kesehatan yang tetap tinggi, kriminalitas dan premanisme yang memberikan perasaan tidak aman, kualitas hidup terutama bagi orang kecil terus menurun. Sesudah 65 tahun merdeka lebih dari 100 juta warga bangsa belum menikmati taraf kehidupan yang wajar.

Pada saat yang sama rakyat menyaksikan elit politik sibuk dengan dirinya sendiri.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sepuluh bulan terakhir membuat masyarakat semakin sinis. Setiap hari media menyajikan berita: para wakil rakyat yang seakan-akan hanya mencari trik-trik baru untuk

mengisi kantong mereka sendiri; kepolisian memberi kesan bahwa mereka dengan segala cara men-sabotase setiap usaha untuk memberantas korupsi di kalangan mereka sendiri; kejaksaan agung dicurigai sengaja memperlambat pengusutan penyelewengan; ada mafia hukum sehingga rakyat sulit memperoleh keadilan. Sementara itu pemerintah kelihatan membiarkan lembaga-lembaga yang bertugas memberantas korupsi, seperti KPK, digerogoti wewenang dan wibawanya.

Bapak Presiden, rakyat semakin mendapat kesan bahwa elit politik hanya melayani diri mereka sendiri. Hal ini akan sangat fatal karena rakyat akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem politik kita sekarang, yang dengan susah payah telah kita bangun bersama sejak 12 tahun, yang menjunjung tinggi Pancasila.

Ada dua perkembangan yang mengkhawatirkan. Di satu pihak semakin banyak orang tidak mau tahu lagi tentang politik, tentang nasib bangsa, tentang cita-cita bersama. Mereka hanya mengejar keamanan dan sukses mereka sendiri. Mereka ingin masuk ke dalam lapisan golongan yang mampu menikmati konsumsi tinggi tawaran di iklan, promosi dan mall-mall.

Mereka menyerah kepada oportunisme yang mereka cermati merajalela di kalangan elit politik. Rasa solidaritas dan kebangsaan menguap. Contoh yang diberikan oleh para elit meyakinkan rakyat bahwa bukan kejujuran, kerja keras dan berkualitas yang membuat seseorang sukses, melainkan kecekatan dalam memanfaatkan setiap kesempatan, koneksi, penipuan. Meluasnya sikap asal-asalan tersebut menggerogoti substansi moral bangsa kita dan membahayakan masa depan.

Di pihak lain kita menyaksikan bertambahnya intoleransi, sikap tertutup, keras dan fanatik. Kemampuan untuk menerima saudara dan saudari sebangsa yang berbeda budaya dan agamanya, semakin menipis. Dengan sendirinya potensi konflik dalam masyarakat bertambah.

Secara khusus kami ingin mengajukan tiga keprihatinan.

Yang pertama adalah kenyataan bahwa sekitar 40 persen bangsa kita belum hidup sejahtera. Setelah 65 tahun merdeka kenyataan ini mesti menggugah kita. Rakyat mengharapkan kebijakan politik dan ekonomis yang secara kasatmata berpihak pada orang kecil. Yang sekarang dilihat oleh rakyat adalah proyek-proyek besar di mana rakyat hanya menjadi penonton, bahkan mengalami penggusuran. Yang diharapkan oleh orang kecil bukan peminggiran atau penggusuran, melainkan pemberdayaan, agar mereka semakin berdaya.

Yang kedua, kami tidak dapat menyembunyikan kecemasan kami karena bertambahnya intoleransi dalam masyarakat. Yang paling kami sesalkan adalah bahwa negara kelihatan tidak bersedia melindungi mereka yang keyakinannya berbeda dari mayoritas.

Kami amat sedih bahwa ada orang yang harus beribadah dalam suasana kecemasan, yang harus melarikan diri dari rumahnya karena diancam, bahwa ada orang-orang yang ditekan untuk melepaskan apa yang mereka yakini. Keragu-raguan aparat untuk melindungi mereka yang terancam justru menambah semangat mereka yang mau memaksakan kehendaknya.

Sudah lama kami menunggu kata dari Bapak Presiden kepada seluruh rakyat Indonesia, yang memperingatkan bahwa kita semua satu bangsa, bahwa semua warga, entah kelompok besar entah kelompok kecil, sama-sama dilindungi dan dijamin hak asasinya untuk mengikuti keyakinan keagamaan mereka. Kami menunggu jaminan terbuka dan jelas dari Bapak Presiden bahwa negara tidak akan membiarkan kelompok-kelompok minoritas diancam.

Yang ketiga, yang paling serius, adalah korupsi yang meresap ke seluruh kehidupan bangsa. Kami gembira bahwa di bawah kepresidenan Bapak pemberantasan korupsi sudah semakin digalakkan. Tetapi korupsi tetap mengangkat kepalanya yang busuk.

Kami berpendapat bahwa sudah waktunya segala keragu-raguan yang masih ada ditinggalkan, dan korupsi ditindak tanpa pandang bulu. Bapak Presiden boleh yakin bahwa massa besar rakyat Indonesia akan mendukung dengan gegap gempita usaha pemberantasan korupsi yang Bapak Presiden gulirkan, dan tidak akan ada vested interests yang akan dapat menghentikan ofensif antikorupsi itu. Kami berpendapat, bahwa korupsi merupakan kanker di tubuh bangsa Indonesia yang akan menghancurkannya. Bangsa yang tidak lagi tahu apa itu kejujuran tidak dapat bertahan.

Bapak Presiden yang kami hormati dan kami cintai, itulah hal-hal yang ada di hati kami, dan yang mau kami ajukan kepada Bapak Presiden. Kami sangat sadar, bahwa mengatasi semua masalah bukanlah pekerjaan yang mudah. Kami mengakui kemajuan-kemajuan yang sudah tercapai. Tetapi sekarang rakyat Indonesia memerlukan perspektif ke masa depan yang meyakinkan.

Kami akan mendukung setiap kebijakan Bapak Presiden yang memacu perjuangan demi Indonesia yang sejahtera, adil dan maju, di mana semua warga mengalami bahwa martabat mereka terlindungi, atas dasar Pancasila.

Kami menyertai kepemimpinan Bapak Presiden dengan doa-doa kami yang tulus.



P R E S I D I U M

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA

Mgr. Martinus D. Situmorang, OFMCap
K e t u a

Mgr. Johannes Pujasumarta,
Sekretaris Jenderal

17 Agustus 2010

Christians give Qur’ans to Muslim prisoners


By Konradus Epa, Jakarta

Catholics and Protestants have donated 100 copies of the Qur’an to Indonesian Muslims in Australian jails, in what they call an act of religious solidarity.

A Qur’an was symbolically presented by Father Antonius Benny Susetyo on behalf of the Indonesian Bishops’ Conference (KWI) to Din Syamsuddin, chairman of the Muhammadiyah Central Board, the country’s second largest Muslim organization.



“This is a way of building true friendship and dialogue based on a love of humanity,” said Father Susetyo during the Aug. 13 event at the Muhammadiyah office in Central Jakarta.

This is also an opportunity for Christians to ease tensions after a non-denominational US Church announced it would host an international burn a Qur’an day on Sept. 11, said Father Susetyo.

“The donations are to demonstrate Christian solidarity for Muslims who have started Ramadan,” he added.

“Through this simple act we want to show our commitment to building religious harmony,” said Jeiri Sumampouw of the Communion of Churches in Indonesia (PGI).

“We thank the PGI and KWI for this donation,” said Syamsuddin, adding that the act showed appreciation for Muslims and would encourage them to read the Qur’an.

The donation was made at the request of Australian Oblate Father David Shelton who wants to help in the religious formation of Indonesian Muslims in Australian jails.

Many Indonesians have been imprisoned in Australia after violating immigration laws.

Father Shelton has worked in Indonesia for 30 years and provides clothing and sajadah (prayer utilities) for Muslim prisoners in Australia.

Related reports

Qur’an burning worries US envoy in Jakarta
Bishop begs US to stop planned Qur’an burning

10 Agustus 2010

Qur’an burning worries US envoy in Jakarta

By Konradus Epa, Jakarta

A top official at the US Embassy in Jakarta has publicly promised an apology after receiving a letter of protest against a Florida church’s plans for an international burn a Qur’an day.

The Dove World Outreach Center of Gainesville, Florida, plans to stage the event on Sept. 11 to mark the 2001 terrorist attacks in the USA. The notion has triggered outrage among Muslims in Indonesia and worldwide.

“We are deeply concerned, and many Americans of all faiths disagree with the initiative,” said Ted Lyng, the embassy’s chief of political affairs, at a meeting with representatives of Pluralism Care Movement on Aug. 9. “We are pleased to receive this letter and the communication from the Indonesian religious leaders.”

Later, a press conference was organized after the delegation of religious leaders and activists met with Lyng to register their concerns.

Delegates included Damien Dematra of the Pluralism Care Movement, Sacred Heart Bishop Petrus Canisius Mandagi of Amboina, head of the Indonesian Bishops’ Conference, Reverend Hendrik Lokra of the Communion of Churches in Indonesia and Abdul Mu’ti from Muhammadiyah, the second largest Muslim organization in Indonesia.

“The meeting with Lyng was good,” said Bishop Mandagi, “and I can confirm that the US embassy has promised to write an apology in various media.” He added, “The evangelical church’s plan is not only the concern of Muslims but of all religious followers.”

Related reports
Indonesians denounce planned Qur’an burning
Bishop begs US to stop planned Qur’an burning

06 Agustus 2010

Indonesians denounce planned Qur’an burning

By Konradus Epa, Jakarta

Indonesian religious leaders say they want to meet the US ambassador to protest a plan by a Florida evangelical church to burn copies of the Qur’an.

The Dove World Outreach Center in Gainesville, Florida, plans to hold an “International Burn a Koran Day” on Sept. 11 to commemorate the 2001 attacks in the US.

“The campaign and provocation of Pastors Terry and Sylvia Jones deserves to be condemned,” Indonesian religious leaders said in a statement read out by Reverend Henry Lokra of the Communion of Churches in Indonesia and Damien Dematra of the Pluralism Care Movement.

The Catholic, Confucian, Hindu, Muslim and Protestant leaders, at their Aug. 4 press conference, described the American church’s proposal as an abuse of Islam, and a violation of religious freedom and the Universal Declaration of Human Rights.

“We condemn the Dove World Outreach Center’s plan and ask the church to immediately withdraw its statement and call off its ignoble plan, which puts other religions in contempt,” they said.

The leaders also called on the US government to immediately intervene to halt the plan which they said could trigger religious conflict around the world.

“We urge all parties not to heed the Dove World Outreach Center’s appeal and ask all people, including religious people in Indonesia, not to be trapped in an uncivilized anarchist action,” they added.

The leaders called on the Indonesian government to continue efforts to improve religious freedom and asked people to maintain peace and harmony.

The group said they hope to meet the US ambassador to deliver their statement and hold a dialogue on the issue.

Related report

Bishop begs US to stop planned Qur’an burning

http://www.ucanews.com/

27 Juli 2010

US-Indonesia military ties spark outrage

By Konradus Epa, Jakarta


Jakarta human rights groups have criticized the lifting of a US ban on military cooperation with Indonesian special forces troops.

A statement by several human rights groups including the Indonesian Association of Families of the Disappeared (IKOHI) and Commission for the Disappeared and Victims of Violence (KontraS) slammed the resumption of cooperation with the Kopassus (Special Force Command) while human rights violations in Timor Leste, Aceh and Papua remain unresolved.

“As part of civil society and the human rights community in Indonesia, we are very disappointed,” Catholic human rights activist Maria Katharina Sumarsih told a July 23 press conference in Central Jakarta.

The group said that resumption of military cooperation was obviously a backward step because the House of Representatives had decided less than a year ago to reinforce accountability on human rights.

“It has completely backed away from its human rights agenda,” the group statement said.

The group said that the resumption of ties was evidence that justice and redress for victims is not a state priority.

IKOHI member Mugiyanto, who was himself kidnapped in 1998, said that he had taken steps to seek justice.

“But it seems that President Susilo Bambang Yudhoyono does not care about us,” he said.

Yati Andriyani from KontraS told ucanews.com that the decision to resume military cooperation should be reviewed.

Former US President Bill Clinton ended military cooperation in September 1999 after the violence following the referendum for independence in East Timor (now Timor Leste).

US Secretary of Defense Robert Michael Gates flagged a resumption of cooperation during a visit to Jakarta this year.

http://www.ucanews.com/