26 September 2012

Tokoh lintas agama desak Presiden SBY serius berantas korupsi


  •  
    Tokoh lintas agama desak Presiden SBY serius berantas korupsi thumbnail
    (Foto: dokumen)

    Para tokoh lintas agama dari Buddha, Hindu, Islam, Katolik, dan Protestan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuktikan keseriusannya memberantas korupsi.

    Seruan itu didasari penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM Korlantas Polri yang masih terjadi tarik-menarik kewenangan antara Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini, kasus ditangani KPK dan Bareskrim Polri. Presiden dinilai belum mengambil langkah efektif untuk menengahi perkara tersebut.

    “Kami berpendapat bahwa masalah korupsi di negara ini sudah begitu lama berjalan dan semakin menjadi-jadi. Padahal, ada sekian banyak kemungkinan untuk memotong arus korupsi dan membawa bangsa ini keluar dari masalah korupsi. Salah satunya dengan jalan ketegasan Presiden berdiri memerangi kasus korupsi,” ujar Romo Franz Magnis-Suseno SJ, yang membacakan pernyataan sikap tokoh lintas agama, di Maarif Institute, Jakarta, Senin (24/9/2012).

    Tokoh lintas agama dan badan pekerja yang menandatangani pernyataan sikap tersebut di antaranya adalah Ahmad Syafii Maarif (Muhammadiyah), Shalahuddin Wahid (NU), Mgr Martinus Dogma Situmorang OFMCap (ketua presidium KWI), Romo Franz Magnis-Suseno SJ, Pendeta Andreas A Yewangoe (ketua umum PGI), Bikkhu Sri Pannyavaro (Buddha), Djohan Effendi, dan Nyoman Udayana Sangging (Hindu).

    “Pemimpin bangsa agar mewujudkan tindakan dan dukungan yang tegas atas semua langkah pemberantasan korupsi. Sebaliknya, moral yang lemah akan mengakibatkan sikap yang tidak konsisten dalam menuntaskan pembersihan korupsi itu,” ujar Romo Magnis.

    Guru Besar STF Driyarkara itu berpendapat, sengketa penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan simulator SIM Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri merupakan salah satu contoh bahwa pemberantasan korupsi masih setengah hati. Dualisme penanganan perkara tersebut, lanjutnya, adalah bukti otentik bahwa kewenangan KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi dihalang-halangi oleh Polri.

    Terlebih lagi, Polri menarik 20 penyidik KPK yang salah satunya diketahui sedang menangani perkara dugaan korupsi simulator SIM yang menyeret mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka.

    “Kami minta agar Presiden memerintahkan Kapolri untuk membatalkan penarikan penyidik Polri dari KPK serta menyerahkan sepenuhnya kasus-kasus yang melibatkan unsur Polri kepada KPK,” tuturnya menegaskan.

    Dia mengingatkan, hanya kesadaran yang kuat dari seorang presiden untuk peduli pada pemberantasan korupsi. Presiden harus menguatkan KPK.

    “Moral seorang pemimpin yang lemah akan mengakibatkan sikap yang tidak konsisten dalam menuntaskan pembersihan penyakit korupsi itu,” katanya.

    “Kami juga mengingatkan presiden untuk melaksanakan landasan hukum pemberantasan korupsi yang tertuang di UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, Pasal 50 ayat 3 dan 4 serta Pasal 39 ayat 3, serta kedudukannya sebagai Kepala Negara dan PanglimaTertinggi TNI/Polri,” katanya.

    Lebih lanjut, Romo Magnis juga meminta seluruh media, akedemisi, LSM/masyarakat madani, dan berbagai pihak mendukung pemberantasan korupsi secara jujur untuk mengawasi dan melawan dengan sungguh-sungguh upaya pemangkasan wewenang KPK yang sedang terang-terangan terjadi di DPR.