30 November 2009

Muslim Leaders Welcome Vatican Cardinal to Grand Mosque

November 26, 2009

JAKARTA (UCAN) -- President of the Pontifical Council for Interreligious Dialogue Cardinal Jean-Louis Tauran has paid a visit to the national Istiqlal mosque, the largest in Southeast Asia, during his first official trip to the country.

Cardinal Tauran, walking barefoot, was accompanied by Jesuit Cardinal Julius Darmaatmadja of Jakarta, Coadjutor Archbishop Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo of Jakarta and Bandung Bishop Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta, a member of the Pontifical Council for Interreligious Dialogue.

Several officials of the Indonesian Bishops' Conference also took part in the Nov. 25 visit.

The mosque's imam Kiai Hajj Syarifuddin Muhammad warmly welcomed the Catholics. "This mosque does not belong only to Muslims but all religious followers. They all are welcome here," he said.

The national mosque of Indonesia, which can hold more than 100,000 people, stands across the road from the Assumption Cathedral Church in Central Jakarta. The mosque's main rectangular prayer hall building is topped by a 45-meter-diameter spherical dome supported by 12 columns.

"This is the first time I feel a sincere atmosphere of neighborhood. It seems there is no gap between Muslims and Catholics," Cardinal Tauran said.

In an earlier visit to the cathedral, the cardinal said Muslims had lessons for Christians. "Muslims have a very strong spirituality. They wake up early in the morning to pray," he said. "Our young priests should follow this example ... waking up early in the morning to pray to start their daily activities."

He said it was vital for Catholics to take part in the lives of other communities.

"We, Catholics, must be witnesses to the surrounding communities. This is one of the meanings of interreligious dialogue. And to be witnesses, we need to have a deep spirituality," he said.

Nasaruddin Umar, director of the Religious Affairs Ministry's Directorate General for Muslim Community Guidance, told UCA News that he was impressed with Cardinal Tauran's visit to this mosque. "It means Christians can be at peace with Muslims," he said.

The mosque was designed by Protestant architect Frederich Silaban to celebrate independence. Istiqlal means "independence" in Arabic. The country's first president Soekarno broke ground on the site on Aug. 24, 1961. It took 17 years to build and was opened by the country's second president Soeharto on Feb. 22, 1978.

Cardinal Tauran arrived in Indonesia on Nov. 24 and is expected to depart on Dec. 1.

According to organizers, the trip aims to give the Pontifical Council for Interreligious Dialogue a better understanding of the religious situation in the country as well as help the Church forge better ties with other religious communities here.

On Nov. 26, the cardinal met with leaders of the Wahid Institute. The institute, founded by former president Abdurrahman Wahid, works to bring about a just and peaceful world by espousing a moderate and tolerant view of Islam.

On the same day, the cardinal met with leaders of Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah, the two largest Islamic organizations in Indonesia. He is also expected to meet with Hindu leaders in Bali and Muslim leaders in Makassar and Yogyakarta.




24 November 2009

Kunjungan Kardinal Jean-Louis Tauran ke Indonesia

                                                    (Siaran Pers)

       Untuk pertama kalinya, Kardinal Jean-Louis Tauran, Presiden Dewan Kepausan Dialog Antar Agama (Pontifical Council for Inter-Religious Dialogue/PCIRD) dari Vatican, akan mengadakan kunjungan resmi ke Indonesia. Kardinal Tauran akan berada di Indonesia mulai dari tanggal 24 November 2009 hingga tanggal 1 Desember 2009. Selama di Indonesia, beliau akan menginap di Kedutaan Besar Vatican, kediaman Nuntius Apostolik (Duta Besar), Leopoldo Girelli.
       Kunjungan ini merupakan sesuatu yang istimewa karena inilah untuk kedua kalinya seorang Presiden PCIRD berkunjung ke Indonesia. Pada bulan Juli 1994 lalu, Presiden PCIRD 1984-2002, Kardinal Francis Arinze, telah mengunjungi Indonesia dan mendapat sambutan yang hangat.
       Indonesia, yang memiliki jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia, menyambut baik kunjungan Kardinal Tauran, yang saat ini juga menjadi Presiden dari Komisi Kepausan untuk Hubungan Agama dengan Umat Islam.
       Dalam lawatannya ke Indonesia ini, Kardinal Tauran akan berkunjung ke Departemen Luar Negeri dan Departemen Agama untuk bertemu dan mengadakan pembicaraan dengan kedua menteri dari departemen-departemen tersebut. Menurut rencana, Kardinal Tauran juga dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai sebuah ungkapan sebuah kunjungan resmi ke Indonesia.
       Kardinal Tauran tidak hanya bertemu dengan para pejabat negara belaka. Beliau juga akan mengunjungi berbagai tempat yang memiliki makna khusus. Beliau akan mengunjungi Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta, dua tempat ibadat di Ibu Kota Indonesia, yang bertetangga secara harmonis.
       Masjid Istiqlal dan gereja Katedral merupakan lambang dari hubungan antara umat Islam dan Katolik di Indonesia, yang telah hidup rukun sejak zaman lampau, kini, dan diharapkan juga di masa mendatang. Harapan-harapan ini bersumber dari batin masyarakat Indonesia yang merindukan keadilan, cinta dan harmoni. Nilai-nilai tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Nilai-nilai itu bahkan telah dicantumkan dalam Pancasila, yang membuat masyarakat Indonesia mampu melahirkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semboyan hidup mereka.
       Secara kongrkit, Kardinal Tauran akan merasakan makna semboyan tersebut ketika ia bertemu dengan para pemimpin dari Wahid Institute, Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah. Beliau juga akan bertemu dengan sahabat-sahabatnya, Prof. DR. Hasyim Muzadi dan Prof. DR. Din Syamsuddin, yang telah lama memiliki hubungan yang akrab dengan Gereka Katolik di Indonesia. Kepada mereka, Kardinal Tauran akan menyampaikan salam dari Paus Benediktus XVI.
       Presiden PCIRD ini, yang melihat pentingnya persatuan Umat Kristen, juga akan berkunjung ke Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
       Beliau juga akan mengunjungi Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, salah satu dari 16 universitas Katolik di Indonesia.
       Setelah jadual acara yang padat di Jakarta, yang diselingi dengan hujan, Kardinal Tauran akan mengunjungi kebanggaan pariwisata Indonesia, yaitu Bali. Di sana, beliau akan berdialog dengan para pemimpin umat Katolik dan umat Hindu.
       Makassar, kota terbesar dan wilayah timur Indonesia, mendapat kehormatan kunjungan seorang Kardinal asal Perancis. Di kota itu, Kardinal Tauran akan merayakan Ekaristi bersama umat Katolik dan kemudian mengadakan pertemuan dengan para pemimpin agama di wilayah itu.
       Kunjungan Kardinal dari Dewan Kepausan Dialog Antar Agama ke Indonesia ini tidaklah lengkap bila tidak pergi ke Yogyakarta. Di kota budaya itu, Kardinal Tauran akan berdialog dengan umat Katolik dari Keuskupan Agung Semarang. Beliau juga akan memberikan ceramah di Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga, mengunjungi Candi Borobudur, serta berkunjung ke Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
       Pada hari terakhir, Kardinal Tauran akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri RI, DR. Marty M. Natalegawa, di Gedung Pancasila untuk sebuah acara diskusi bersama. Setelah itu, Kardinal Tauran akan berkunjung ke Istana untuk bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
       Hasil seluruh kunjungan Kardinal Tauran ke Indonesia ini akan disampaikan kepada Konperensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Apa yang telah didialogkan oleh Kardinal Tauran tersebut akan dijadikan sebagai bahan acuan bagi KWI, yang sejak lama memang telah membangun hubungan yang baik antara Gereja Indonesia dengan agama-agama lain di Nusantara. *

19 November 2009

Kerabat Kerja Ibu Teresa di Indonesia

Yayasan Dunia Baru

Didirikan tahun 1987, adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pelayanan pada orang miskin, terutama yang termiskin diantara yang miskin. Yayasan Dunia Baru tidak mencari keuntungan. Kami pengurusnya membaktikan diri secara sukarela tanpa mendapat imbalan.

Pelayanan Yayasan Dunia baru antara lain :

- Mengunjungi dan membantu orang-orang kesepian, yang sakit dan terlantar.
- Memberikan tambahan gizi bagi yang memerlukan baik di Wisa Sahabat Baru maupun di luar Wisma.
- Warung sehat, dimana secara rutin kami melayani makanan sehat dan obat-obatan praktis secara cuma-cuma di daerah kumuh.

Wisma Sahabat Baru

Pada tahun 1992, Yayasan Dunia Baru membangun sebuah rumah untuk kaum miskin yang sakit dan terlantar yang dinamakan “Wisma Sahabat Baru”

Dasar Pemikiran didirikannya Wisma Sahabat Baru :

Jakarta, kota metropolitan dengan segala situasi dan kondisinya sering menyebabkan seseorang kekurangan waktu baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

Orang miskin yang sakit dan terlantar sering tidak mempunyai tempat bernaung, tidak mempunyai seseorang yang merawat mereka.

Mengingat hal-hal diatas dan dari pengalaman kami melayani kaum miskin di Jakarta, kami melihat adanya sesuatu kebutuhan kaum miskin yang sakit untuk :
            -  Suatu tempat penampungan sementara
            -  Seseorang yang mau memberikan waktu untuk merawat dan mencintai mereka

Maka timbulah gagasan untuk mendirikan Wisma Sahabat Baru yang dapat melayani kaum miskin.

Corak Pelayanan

- Tempat perawatan sementara
- Menyelenggarakan kebutuhan sehari-hari berupa pakaian dan makanan serta minuman secara layak selama tinggal di Wisma
- Memberikan perawatan sebatas kemampuan, serta memberikan pengobatan untuk mengurangi penderitaan penghuni Wisma. Jika memerlukan perawatan rumah sakit, maka biaya rumah sakit tidak menjadi tanggung jawab yayasan.
- Pada akhirnya mengembalikan saudara-saudara kami ke keluarganya, masyarakat atau panti-panti sosial lainnya. Untuk ini Yayasan berusaha untuk mengadakan kerjasama dengan Rumah Sakit dan Yayasan sosial lainnya.
- Mengingat keterbatasan kami, maka kami tidak dapat menerima pasien sakit syaraf.

Kebutuhan tempat perawatan sementara. Setelah mendengar kabar tentang seseorang yang sakit dan memerlukan pelayanan, beberapa anggota kami mencari dan mengunjunginya. Kami menemukan seorang ibu terbaring lemah di sebuah kamar di gubug dekat salah satu hotel besar di Ibu Kota. Kakinya bengkak dan tidak dapat turun dari tempat tidur. Kami membawa ibu M ke rumah sakit untuk di rawat. Dari pemerikasaan diketahui dia menderita sakit lever (hati). Setelah dirawat dirumah sakit beberapa lama dan boleh pulang, kami mengantar ibu M pulang ke gubugnya. Setelah tinggal di rumah selama seminggu kami melihat ibu ini dengan badannya yang masih lemah tidak mungkin merawat dirinya sendiri dalam gubugnya itu. Dia membutuhkan suatu tempat tinggal sementara, dia membutuhkan seseorang yang dapat merawat dan mencintainya. Pengalaman semacam ini merupakan pemicu kami untuk memulai Wisma Sahabat Baru sebagai tempat perawatan sementara bagi kaum miskin yang sakit. Kami memindahkan ibu M ke salah satu rumah jompo, Setelah beberapa bulan keadaannya membaik dan ingin pulang ke keluarganya di Jawa Tengah. Tetapi akhirnya karena penyakitnya ibu M meninggal di rumah jompo tersebut dan dimakamkan di perkuburan di dekat rumah jompo itu karena kami tidak bisa mengetahui siapa saudaranya dan dimana harus menghubungi mereka.

Bersama-sama kita dapat melakukan sesuatu yang indah bagi Tuhan. Dalam perjalanan ke pekerjaan pagi itu teman saya melihat seorang gelandangan tergeletak di pinggir jalan dan memberitahu saya. Kemudian saya bersama teman-teman yang lain memutuskan untuk melihat dan menjemput gelandangan itu. Setelah berdoa kami pergi ke lokasi, Kami melihat seorang pemuda kira-kira berumur 30 tahun, tergeletak di pinggir jalan di bawah jalan tol dalam keadaan setengah telanjang dan tidak dapat bergerak. Setelah mendapat keterangan dari RW setempat kami membawa dia ke Wisma Sahabat Baru. Setelah dirawat beberapa hari kami baru menyadari bahwa dia seorang yang terganggu syarafnya. Dia mulai sering berteriak dan mengembik (seperti suara kambing) dan pembicaraannya sering kacau. Dia dapat mengatakan nama dan dimana dia tinggal yang kami anggap belum tentu benar. Pasien lain mulai terganggu. Kami putuskan untuk memindahkan ke Panti Laras, suatu penampungan orang yang terganggu jiwanya milik pemerintah. Pagi itu sebelum berangkat ke panti laras, pemuda itu masih menyebutkan namanya Suradi, juga alamat dimana dia tinggal. Karena pembicaraanya sering kacau dan sikapnya yang tidak menentu, kami tidak terlalu memperhatikan apa yang dikatakan, tapi pada saat itu timbul juga keragu-raguan di hati kami, jangan-jangan yang dikatakan benar. Kami berdoa bersama dan memutuskan untuk mencoba mencari alamat yang dikatakan.

Sebelum meninggalkan wisma, karena takut mengamuk di jalan, Suradi diberi obat yang membuat dia mengantuk di dalam mobil. Tapi sekalipun dia mengantuk, di tengah perjalanan dia dapat melihat seorang pria berbaju batik berdiri di pinggir jalan dan mengenalinya sebagai pamannya dan ia berkata: ‘Itu paman saya’. Mobil berhenti dan setelah menanyakan ke bapak tersebut memang ada keponakannya yang hilang dan belum ketemu. Begitu melihat Suradi, bapak itu begitu girang dan memeluk dia. Bersama-sama dengan paman Suradi kami mengantarkan Suradi ke rumahnya. Yang ternyata alamatnya berbeda dengan yang disebutkan Suradi. Suradi diangkat masuk ke rumah orang tuanya. Begitu gembira mereka, banyak sekali tetangga datang menyambut suradi. Terima kasih Tuhan karena telah mempertemukan kami dengan paman Suradi, karena kalau tidak tentu kami tidak dapat menemukan rumahnya dan mengantar Suradi ke panti laras, tempat penampungan orang yang terganggu jiwanya. Kami pulang dengan hati penuh sukacita, bernyanyi memuji Tuhan untuk semua bimbinganNya.

Dari kejadian di atas kami dapat melihat :

- Bagaimana Tuhan mencintai setiap orang, Tuhan mencintai kita satu-satu, juga Suradi, seorang gelandangan yang oleh banyak orang tidak diperhatikan
- Kita tidak dapat melayani dengan mengandalkan kekuatan sendiri, kita harus berpegang pada kebesaran dan kekuatan Tuhan
- Dengan memberikan diri dan mengatakan ‘Ya’ kepada Tuhan, kita bersama-sama dapat melakukan sesuatu yang indah bagi Tuhan

15 November 2009

Presidium KWI Periode 2009-2012

JAKARTA (Mirifica) -- Setelah melewati hari-hari yang menegangkan dengan berbagai laporan komisi-komisi dalam sidang sinodal KWI, pada tanggal 11 November 2009, para uskup mengambil waktu untuk memilih pejabat-pejabat KWI untuk masa bakti 3 tahun ke depan. Dalam sesi pemilihan pertama untuk Ketua KWI, Mgr.Martinus D. Situmorang OFMCap kembali terpilih.


Selanjutnya, inilah daftar lengkap para pajabat KWI periode 2009 -2011

Ketua            : Mgr Martinus D Situmorang OFMCap
Wkl Ketua I  : Mgr Ignatius Suharyo
Wkl Ketua II : Mgr Leo Laba Ladjar OFM
Sekjen           : Mgr Pujasumarta
Bendahara     : Mgr Kherubim Pareira SVD

Anggota Presidium:

 Mgr Vincent Sutikno

 Mgr Hilarius Moa Nurak SVD

 Mgr Agustinus Agus

 Mgr Petrus Timang

 Mgr P.C. Mandagi

 Mgr Edmund Woga

Dewan Moneter

Mgr Kherubim Parera SVD (Ketua)

Mgr G. Mencuccini CP (anggota)

Mgr Silvester San (anggota)

DSAK (Dana Solidaritas Antar Keuskupan : Mgr. Silvester San (Ketua)


KOMISI-LEMBAGA-SEKRETARIAT-DEPARTEMEN

Komisi Kateketik : Mgr. John Liku Ada

Komisi Liturgi : Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka,MSF

Komisi Komsos : Mgr. Petrus Turang

Komisi PSE : Mgr. Hilarion Datus Lega

Komisi Seminari : Mgr. Dominikus Saku

Komisi Kepemudaan : Mgr. John Philipus Saklil

Komisi Kerawam : Mgr. Yustinus Hardjosusanto, MSF

Komisi Keluarga : Mgr. Michael Angkur OFM

Komisi Hak : Mgr. P.C. Mandagi, MSC

Komisi KP-PMP : Mgr. Agustinus Agus

Komisi Teologi : Mgr. Petrus Bodeng Timang

Komisi Pendidikan : Mgr Aloysius Sudarso, SCJ

Komisi Karya Misioner : Mgr.Vincentius Sensi Potokota

BKBLII : Mgr. Hilarius Moa Nurak SVD

Moderator SGPP : Mgr. Mgr. Vincent Sutikno

Delegatus Karya Kesehatan : Mgr. Florentinus Sului, MSF

Delegatus KS : Mgr. Ignatius Suharyo

(Mirifica)